Ahad 29 Nov 2020 09:07 WIB

Mengapa RUU Keamanan Prancis Tuai Kontroversi?

Ratusan ribu orang diklaim turun ke jalan memprotes RUU Keamanan di Prancis

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Ratusan ribu orang diklaim turun ke jalan memprotes RUU Keamanan di Prancis, Sabtu (28/11).
Foto: EPA
Ratusan ribu orang diklaim turun ke jalan memprotes RUU Keamanan di Prancis, Sabtu (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Demonstrasi kembali berlangsung di seluruh Prancis menentang Rancangan Undang Undang (RUU) Keamanan Nasional baru soal polisi, Sabtu (28/11). UU tersebut akan mengkriminalisasi siapapun yang menyebarkan foto atau video yang memuat wajah petugas polisi.

Penyelenggara demo mengeklaim 500 ribu orang turun ke jalan di seluruh Prancis. Sementara ada 200 ribu demonstran di ibu kota Paris saja.

Baca Juga

Dilansir laman Euro News, ribuan orang berkumpul di Place de la Republique Paris dengan membawa bendera dan spanduk untuk juga mengecam kekerasan polisi. Mereka juga menuntut kebebasan media dan menyerukan pengunduran diri Menteri Dalam Negeri.

Ada beberapa bentrok antara pengunjuk rasa dan polisi di jalan-jalan sekitarnya. Polisi mengatakan sekitar 3.500 orang turun ke jalan kota Nantes Prancis pada Jumat malam untuk berdemonstrasi. Serikat pekerja gabungan mengatakan angkanya antara 6.000-7.000 orang.

Para pengunjuk rasa membawa spanduk dan plakat bertuliskan: "pembelaan kebebasan individu dan kolektif," "tidak untuk proposal undang-undang keamanan yang komprehensif," dan "kekerasan, perlindungan terakhir dari ketidakmampuan," serta "tidak dilihat, tidak diambil".

Unjuk rasa dimulai dengan tenang. Namun bentrokan terjadi selama satu setengah jam sejak sekitar pukul 19.30 Sabtu, ketika polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

"Saya tidak mengkritik semua petugas polisi, tentu saja, kami membutuhkan pasukan polisi yang terhormat, kami membutuhkan pasukan polisi yang tepercaya, tetapi mereka harus membersihkan," jelas Camille, seorang demonstran berusia 56 tahun dari Nantes.

Dia merasa bahwa dirinya sangat marah dengan adanya UU ini. "Kepada semua petugas polisi yang melakukan tugasnya dengan benar, saya ucapkan semoga sukses di kepolisian ini, yang mengarah pada hal-hal yang tidak dapat diterima," ujarnya.

Di antara slogan-slogan yang dilantunkan adalah: "Kebebasan, kebebasan, kebebasan," dan "Polisi di mana-mana, tidak ada keadilan di mana pun," serta "Semua orang membenci polisi."

Petugas mengatakan pihaknya menangkap 17 orang, termasuk enam orang sebelum pukul 17.30 ketika polisi meminta pengunjuk rasa untuk membuka tas mereka. Koordinasi StopLawSecurityGlobal, yang mencakup serikat jurnalis dan kelompok hak asasi manusia, juga mengecam adegan kekerasan yang dikatakan terjadi di Paris dan Lyon setelah berakhirnya demonstrasi.

Protes itu terjadi setelah video dari tiga petugas polisi yang memukuli produser musik kulit hitam di dalam studionya di Paris menjadi viral pekan ini. Hal itu menyebabkan protes yang membuat politisi, pesepakbola, dan jutaan pengguna media sosial mengungkapkan rasa muak mereka.

"Keadilan harus segera menjelaskan kekerasan polisi ini," cicit walikota Nantes Johanna Rolland, sebagai reaksi atas gambar pemukulan produser musik di Paris.

“Juga mendesak untuk menciptakan kendali independen dan otoritas sanksi, menggantikan IGPN (Inspektorat Jenderal Polri),” kata Rolland.

Menghadapi kritik, pemerintah menambahkan amandemen pada RUU tersebut. Pemerintah menyebutkan bahwa hanya akan menargetkan foto yang ditujukan merugikan integritas fisik atau psikologis petugas polisi.

Parlemen Prancis saat ini tengah memeriksa pasal 24 RUU Keamanan Nasional. RUU itu mengusulkan untuk mengkriminalisasi pembuatan video dan publikasi foto petugas polisi yang sedang bertugas. Setelah menyelesaikan majelis rendah, RUU keamanan perlu disetujui oleh Senat.

Beberapa ahli percaya itu juga bisa menghadapi kecaman dari pengadilan konstitusi Prancis. Kelompok media di Prancis mengatakan hal itu bakal berdampak pada jurnalis yang meliput operasi polisi. Sementara kritikus lainnya khawatir RUU dimaksudkan untuk menghalangi warga agar tidak meminta pertanggungjawaban polisi.  

Namun para pendukung RUU itu, terutama Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, mengatakan identitas aparat penegak hukum yang berisiko mengalami pelecehan, ancaman, dan kekerasan perlu dilindungi. Pada Kamis, Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengatakan pemerintah akan meninjau kata-kata RUU tersebut menyusul skandal baru atas kebrutalan polisi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement