Ahad 29 Nov 2020 18:21 WIB

Bangladesh Relokasi 100 Ribu Rohingya ke Pulau Terpencil

Pemindahan pengungsi Rohingya akan dimulai pada Desember

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya berbelanja bahan makanan di pasar Kutupalong Rohingya di kamp Coxs Bazar, Bangladesh, 15 Mei 2020.
Foto: AP
Pengungsi Rohingya berbelanja bahan makanan di pasar Kutupalong Rohingya di kamp Coxs Bazar, Bangladesh, 15 Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh akan tetap melanjutkan rencananya merelokasi 100 ribu pengungsi Rohingya ke Bhasan Char, sebuah pulau terpencil di Teluk Benggala. Proses pemindahan bakal dimulai pada Desember.

“Target kami adalah merelokasi sekitar 100.000 pengungsi secara bertahap. Kami ingin memindahkan beberapa dari mereka (pengungsi Rohingya) sedini mungkin, dan kami ingin memanfaatkan mendekatnya musim dingin untuk efek ini," kata kepala urusan Myanmar di Kementerian Luar Negeri Bangladesh Md. Delwar Hossain, dikutip laman Anadolu Agency pada Ahad (29/11).

Baca Juga

Meski terdapat kritik terkait proses relokasi, Hossain mengindikasikan bahwa pemindahan pengungsi dapat dimulai pada Desember. “Kami tidak mengesampingkan kemungkinan memulai relokasi ke pulau kecil pada bulan Desember, mengingat cuaca yang bersahabat di musim dingin untuk pelayaran seperti itu,” katanya.

Surat kabar Dhaka Tribune, mengutip sumber resmi melaporkan, lebih dari 1.200 pengungsi Rohingya dari 500 keluarga yang tinggal di kamp-kamp di Ukhia dan Teknaf di Cox'd Bazar akan direlokasi ke Bhasan Char pada pekan pertama bulan Desember. Bangladesh dilaporkan telah mengembangkan 120 desa klaster di pulau tersebut dengan menghabiskan dana 23 miliar takas.

Salah satu pendiri Free Rohingya Coalition, Ro Nay San Lwin, mengkritik kebijakan relokasi pengungsi Rohingya ke Pulau Bhasan Char. Dia menyebut meskipun Bangladesh telah membangun tempat tinggal dan fasilitas lain di pulau tersebut, para pengungsi enggan dipindahkan. "Mereka takut akan diisolasi setelah dipindahkan ke Bhasan Char," katanya.

Menurut dia, pengungsi yang mengalami trauma tidak boleh dipaksa untuk pindah. "Kami memahami situasi kamp Cox's Bazar, tetapi permohonan pengungsi harus dihormati. Menekan Myanmar untuk menerima mereka kembali dengan kewarganegaraan penuh dan perlindungan adalah satu-satunya solusi," ujar Lwin.

Pekan lalu, organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mendesak Pemerintah Bangladesh membatalkan rencana relokasi pengungsi Rohingya ke Bhasan Char. Mereka menilai langkah itu memiliki risiko keamanan dan keselamatan.

Amnesty menyebut Pulau Bhashan Char belum dinyatakan aman untuk tempat tinggal oleh PBB. Di sisi lain, masih banyak pengungsi Rohingya yang enggan direlokasi ke pulau tersebut. Amnesty menuding otoritas Bangladesh telah menekan komunitas pengungsi Rohingya di selatan Cox's Bazar agar bersedia dipindahkan.

“Pengungsi Rohingya, yang diwawancarai oleh Amnesty International bulan ini, mengatakan bahwa pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas kamp pengungsi di Cox's Bazar telah memaksa mereka untuk mendaftar relokasi,” kata Amnesty dalam sebuah pernyataan pada 22 November lalu.

Kepala Amnesty International untuk Asia Selatan Omar Waraich mengungkapkan Bhashan Char belum dianggap aman untuk tempat tinggal manusia. Selain itu masih ada pertanyaan serius mengenai prosedur relokasi pengungsi. “Berdasarkan pengalaman mereka yang telah berbicara dengan Amnesty International, banyak orang Rohingya yang telah mendaftar untuk pindah ke Bhashan Char melakukannya karena paksaan dan bukan pilihan,” kata Waraich.

Dia mengatakan setiap keputusan terkait relokasi pengungsi harus transparan dan melibatkan partisipasi penuh masyarakat Rohingya. "Sementara itu, rencana untuk relokasi lebih lanjut harus ditinggalkan," ujarnya.

Dia meminta otoritas Bangladesh mengizinkan PBB melakukan penilaian terhadap Bhashan Char. Waraich pun mendesak Bangladesh segera mengembalikan ratusan pengungsi Rohingya yang saat ini berada di pulau itu kepada keluarga mereka di Cox's Bazar.

Saat ini terdapat sekitar 1,2 juta pengungsi Rohingya di Cox's Bazar. Mereka mulai mendatangi wilayah tersebut pada Agustus 2017. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement