REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan yang dianjurkan oleh Islam berlandaskan atas cinta dan kasih sayang antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
"Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja'ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn."
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Dengan berlandaskan cinta dan kasih sayang, kehidupan yang dijalani suami-istri dalam rumah tangganya harus melalui proses yang sehat. Cara-cara yang sehat dalam hubungan suami istri dalam pernikahan harus dilakukan dengan sikap saling memberi dan menerima secara ikhlas.
Termasuk pula saling menghargai dan saling memahami kepentingan masing-masing tanpa adanya paksaan atau kekerasan. Dalam buku Fiqh Perempuan oleh K.H. Husein Muhammad, terkait hubungan seksual tidak boleh dilakukan melalui cara paksaan.
Ada hadits Rasulullah SAW yang dipahami orang sebagai keseharusan perempuan untuk melayani keinginan seksual suaminya dalam kondisi apa pun atau istri tidak boleh menolak. Penolakan istri dalam hal ini dipandang sebagai nusyuz atau kedurhakaan dan itu akan dilaknat para malaikat sampai pagi.
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda “Jika laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, kemudia dia (istri) menolaknya, dan suami karena itu menjadi marah, maka dia (istri) akan dilaknat (dikutuk) oleh para malaikat sampai pagi,” (HR Bukhari 4697).
Dalam hadits lain juga disebutkan, “Jika suami mengajak istrinya ke tempat tidur, maka hendaklah ia memenuhinya, walaupun sedang di dapur,” (HR Tirmidzi 1160).
K.H. Husein Muhammad mengatakan dalam bukunya, kedua hadits tersebut tidak dapat dipahami secara sederhana dan apa adanya. Beberapa pensyarah hadits memberikan penjelasan, kewajiban istri memenuhi keinginan seksual suaminya ditujukan terhadap istri yang memang tidak mempunyai alasan apa pun untuk menolaknya.