Senin 30 Nov 2020 15:36 WIB

Pelaporan Terhadap RS Ummi Dinilai Berlebihan dan Politis

Pakar hukum menilai RS Ummi tidak bisa dipidana karena menjaga kerahasiaan pasien.

Red: Andri Saubani
Direktur Umum RS Ummi, Najamuddin hadir di Mako Polresta Bogor Kota, Senin (30/11).
Foto: Istimewa
Direktur Umum RS Ummi, Najamuddin hadir di Mako Polresta Bogor Kota, Senin (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Zainur Mashir Ramadhan, Rizky Suryarandika, Shabrina Zakaria, Antara

Tindakan tes swab yang dilakukan pimpinan FPI, Habib Rizieq Shihab (HRS) secara diam-diam saat dirawat di RS Ummi, Bogor berbuntut panjang. Selain laporan polisi, Satgas Covid-19 Kota Bogor, Jawa Barat mempertimbangkan pemberian sanksi keras kepada RS Ummi tempat imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu dirawat.

Baca Juga

Namun, pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar menilai Direktur Utama RS Ummi Andi Tatat tidak bisa dipidana lantaran menjaga kerahasiaan pasien, dalam hal ini HRS. Abdul Fickar menjelaskan, kegiatan operasional RS berdasarkan UU Kedokteran dan Kesehatan tidak bisa menjadi subjek hukum pidana, kecuali dokter malpraktik terhadap pasien.

"Tetapi dalam konteks medical record pasien itu bersifat rahasia dan itu menjadi haknya pasien. Jadi keliru itu wali kota jika melaporkan RS dalam konteks aktivitas kedokteran dan kesehatannya," kata Fickar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (29/11).