Senin 30 Nov 2020 16:10 WIB

Menkeu: Industri Jamu Perlu Manfaatkan Momentum Pandemi

Saat ini industri jamu di Indonesia mencapai 846 perusahaan skala besar dan kecil.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung menikmati minuman jamu tradisional. ilustrasi
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Pengunjung menikmati minuman jamu tradisional. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mendorong industri jamu dan obat herbal untuk memanfaatkan masa pandemi Covid-19. Sebab, selama masa ini, banyak masyarakat yang memilih gaya hidup lebih sehat, terutama dari sisi konsumsi obat-obatan dan suplemen pendukung.

Merujuk pada Survei Mc Kinsey mengenai perilaku konsumen Indonesia pada masa pandemi, Sri menuturkan, masyarakat menurunkan alokasi anggaran untuk belanja beberapa barang. Tapi, tidak untuk kebutuhan sehari-hari seperti pembelian vitamin dan suplemen obat.

Baca Juga

Sri menyebutkan, data itu memberikan suatu harapan bahwa masyarakat ingin memiliki gaya hidup lebih sehat dan mengonsumsi hal-hal yang dapat meningkatkan imunitas selama masa pandemi. Berbagai penelitian ilmiah yang menggambarkan efektivitas khasiat jamu atau obat tradisional terhadap daya tahan tubuh juga semakin banyak.

"Ini memberikan harapan ke industri jamu dan obat tradisional karena pangsanya sesuai dgn tema saat ini," ujarnya dalam Webinar Dukungan Pembiayaan & Teknologi dari Pemerintah dan Perbankan untuk Industri Besar & UKM: Jamu, Suplemen Kesehatan, Kosmetik, Spa & Aromaterapi Terutama Pada Masa Pandemi, Senin (30/11).

Dengan potensi tersebut, Sri berharap, industri jamu, obat-obat herbal dan sektor pendukungnya dapat semakin berkembang. Pemerintah sendiri berkomitmen memberikan dukungan melalui berbagai instrumen, dari sisi perpajakan hingga keringanan pembiayaan, untuk mengakselerasi pemanfaatan potensi industri.

Salah satu dukungan yang disebutkan Sri adalah bantuan untuk ekspor. Pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) memberikan bantuan permodalan hingga sisi teknis kepada usaha kecil maupun usaha besar yang ingin menembus pasar. "Baik itu pasar tradisional dan non tradisional," katanya.

Sri menambahkan, dukungan pemerintah untuk industri jamu dan obat herbal tidak harus selalu terlihat. Misalnya, membangun ekosistem logistik yang efisien.

Sri menyebutkan, pihaknya telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk membantu seluruh eksportir Indonesia. "Dukungan logistik ini penting terutama kalau produknya mudah rusak dan kualitas handling jadi sangat penting," tuturnya.

Dari sisi permodalan, pemerintah juga memberikan banyak dukungan. Salah satunya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga yang disubsidi oleh pemerintah dengan berbagai ketentuan yang sudah direlaksasi.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Dwi Ranny Pertiwi mencatat, industri jamu di Indonesia mencapai 846 perusahaan skala besar dan kecil. Tapi, jumlah itu masih banyak lagi perusahaan skala mikro yang belum tercatat secara resmi.

Saat ini, Dwi mengakui, industri sudah mulai merasakan beberapa manfaat insentif yang diberikan. Khususnya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Karyawan yang ditanggung pemerintah dan  bantuan subsidi gaji untuk pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta per bulan.

Hanya saja, Dwi menyebutkan, bantuan secara teknis masih belum dirasakan. "Khususnya untuk industri besar industri jamu," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement