Senin 30 Nov 2020 17:21 WIB

Menkeu Pastikan Sisa Dana PEN Bisa Dimanfaatkan di 2021

Kemenkeu memproyeksikan realisasi program PEN sampai akhir tahun mencapai 95,5 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Foto: Dok. Kementerian Keuangan
Menteri Keuangan Sri Mulyani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan sisa dana yang masih ada dalam rekening khusus penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada tahun anggaran 2020 bisa dimanfaatkan pada 2021. Salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/PMK.05/2020 yang dikutip di Jakarta, Senin (30/11), menyebutkan terdapat empat syarat sisa dana pada rekening khusus ini dapat dialihkan untuk pembiayaan pada 2021.

Syarat tersebut antara lain sisa dana ini mencakup kegiatan penanganan Covid-19 dan PEN untuk pekerjaan yang telah dikontrakan pada tahun anggaran 2020 dan dilanjutkan pada tahun anggaran 2021.

Baca Juga

Kemudian tunggakan kegiatan penanganan pandemi Covid-19 dan PEN pada tahun 2020, kegiatan penanganan pandemi Covid-19 dan PEN yang dialokasikan pada 2020 dan belum terlaksana, serta kegiatan penanganan yang direncanakan berlangsung di 2021.

PMK ini juga mengatur sisa dana yang dimaksud yaitu kegiatan tersebut tidak dapat terselesaikan akibat keadaan kahar seperti yang diatur dalam Perpres Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Untuk itu kegiatan ini diberikan penambahan waktu untuk pelaksanaan penyelesaian kegiatan, termasuk penyelesaian pembayaran, paling lambat 30 Juni 2021 dan tidak ada pengenaan denda keterlambatan.

Menkeu memastikan penggunaan sisa dana pada rekening khusus ini harus melalui tahapan revisi DIPA Tahun 2021 sesuai dengan ketentuan PMK mengenai tata cara revisi anggaran.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan, realisasi program PEN sampai akhir tahun akan mencapai 95,5 persen. Program ini diharapkan dapat mengungkit perekonomian yang terpukul akibat pandemi Covid-19.

Sampai dengan 25 November 2020, realisasi program PEN mencapai 62,1 persen. Dari pagu anggaran Rp 695,2 triliun, sebanyak Rp 431,4 triliun di antaranya sudah disalurkan dalam bentuk berbagai program.

Dengan beberapa program yang masih akan dilaksanakan sampai Desember plus persiapan dana cadangan untuk vaksin, Menkeu Sri memperkirakan total realisasi sampai akhir tahun bisa mencapai lebih dari Rp 664 triliun. "Ini yang akan mendorong perekonomian pada bulan terakhir di 2020 sesudah kita melakukan peningkatan belanja di kuartal ketiga lalu," tuturnya dalam konferensi pers BNPB secara virtual, Senin (30/11).

Dari beberapa klaster, perlindungan sosial diharapkan menjadi pos yang mendorong realisasi PEN paling optimal. Sri memprediksi, penyalurannya dapat mencapai 100 persen hingga akhir tahun. Sebab, pemerintah sudah memiliki program eksisting yang sudah lebih efektif seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga kartu prakerja.

Sampai dengan pekan lalu, Kemenkeu mencatat, program PEN perlindungan sosial mencapai Rp 207,80 triliun dari pagu Rp 233,69 triliun atau sudah terserap 88,9 persen. Penyerapan tertinggi terjadi pada program PKH yang sudah direalisasikan 100 persen untuk ke 100 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Sementara itu, PEN untuk kesehatan sudah mencapai 41,2 persen dari pagu Rp 97,90 triliun, yakni sekitar Rp 40,32 triliun. Sri mengatakan, apabila masih ada anggaran kesehatan yang belum terserap, pemerintah akan melakukan pencadangan untuk pembiayaan vaksin.

Saat ini, Sri menyebutkan, pihaknya dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN sedang menghitung kebutuhan jumlah vaksin yang perlu diadakan pada akhir tahun ini hingga awal 2021. "Ini diharapkan dapat memberikan daya tahan bagi masyarakat untuk untuk meningkatkan kegiatan masyarakat," ujarnya.

Untuk bidang sektoral Kementerian/ Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah, realisasinya sebesar Rp 36,25 triliun. Angka tersebut setara dengan 54,9 persen dari pagu anggaran, Rp 65,97 triliun. Sri mengatakan, penyerapannya terutama untuk membantu masyarakat yang kehilangan pekerjaan melalui program padat karya, insentif di bidang perumahan dan bantuan ke sektor pariwisata.

Realisasi untuk insentif usaha masih terbilang rendah. Penyerapannya hanya Rp 38,5 persen dari pagu Rp 120,6 triliun atau sekitar Rp 46,4 triliun hingga pekan lalu. Pemberian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang masih rendah, sekitar 31 persen dari pagu, menjadi faktor penyebabnya.

Meski rendah, Sri menuturkan, beban Wajib Pajak (WP) dapat diringankan melalui dukungan insentif ini. "Mereka merasakan dampak dari sisi jumlah upah yang harus dibayarkan dan hadapi tantangan di mana penjualan menurun. Ini yang kita lakukan dengan instrumen APBN untuk bantu masyarakat," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement