Senin 30 Nov 2020 19:02 WIB

Kemenperin: Industri Jamu Berpotensi Besar Dikembangkan

Bisnis jamu bisa terus dikembangkan menjadi obat modern dari kekayaan alam hayati.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Minum jamu (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Minum jamu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, industri obat tradisional atau jamu berpotensi besar dikembangkan. Sebab, dari 40 ribu jenis bahan obat herbal, sekitar tiga perempat di antaranya terdapat di Indonesia. 

"Prospektif untuk dikembangkan guna penuhi pasar global dan lokal. Ada 10 ribu atau 9.600 jenis tanaman berpotensi dikembangkan, saat ini baru sekitar 1.000 yang digunakan membuat kesehatan yang diturunkan dari generasi ke generasi," ujar Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam dalam Krista Webinar, Senin (30/11).

Baca Juga

Ia menambahkan, bisnis jamu bisa terus dikembangkan hingga menciptakan obat modern dari kekayaan alam hayati. Maka diperlukan biaya besar dalam prosesnya, meliputi riset, mempersiapkan bahan baku, dan lainnya. 

"Butuh dukungan semua pemangku kepentingan. Baik dari sisi regulasi maupun pembiayaan," ujarnya. 

Mengembangkan industri jamu, lanjut dia, juga meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sebab, tidak terlalu bergantung pada impor bahan baku. 

"Sehingga produk bisa berkembang dan bertahan karena dibutuhkan masyarakat selama pandemi. Sekali lagi, pemerintah dukung pengembangan usaha di Indonesia supaya bertahan dan bisa mengembangkan usahanya," tegas Khayam. 

Ia melanjutkan, pasar obat tradisional dan kosmetik di Indonesia sangat menjanjikan, seiring jumlah populasi yang terus meningkat. "Tren masyarakat dunia yang kembali ke alam atau back to nature, membuka peluang bagi produk berbahan baku alami," jelasnya. 

Peluang tersebut, kata dia, harus ditangkap secara baik oleh para pemain industri obat tradisional. Riset pasar dan branding harus dilakukan, tidak hanya oleh perusahaan besar tapi juga perusahaan kecil, sehingga bisa membuat produk menarik dan tidak perlu impor. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement