REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produktivitas sektor pertanian di Indonesia terus mengalami penurunan. Situasi itu akan menghadapkan pertanian pada tantangan yang berat.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin memaparkan, dari hasil kajian Fahmi dkk tahun 2020, total faktor produktivitas (TFP) periode 2011-2015 minus 0,36 persen. Selanjutnya periode 2016 hingga kini maish minus 0,05 persen.
Sementara itu, TFP untuk ekonomi secara keseluruhan pada periode 2011-2015 dan 2016-sekarang masing-masing tetap posiitf 1,30 persen dan 0,41 persen.
"Kita punya banyak masalah dalam mendorong produktivitas pertanian. Saya pikir ini tantangan berat," kata Bustanul dalam dalam webinar Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Senin (30/11).
Adapun untuk pertumbuhan tenaga kerja dalam dua periode yang sama juga sama-sama minus yakni minus 1,57 persen dan 1,46 persen. Pertumbuhan positif hanya terjadi pada pertumbuhan kapital pertanian yakni masing-masing 4,02 persen dan 5,09 persen. Hal itu menunjukkan pertumbuhan pertanian lebih banyak didukung oleh pertumbuhan kapital.
Sementara itu, untuk pertumbuhan pertanian secara menyeluruh mengalami penurunan yakni dari 3,08 persen pada 2011-2015 menjadi 4,36 persen pada 2016 hingga saat ini.
Lebih lanjut, Bustanul mencontohkan situasi yang terjadi pada komoditas beras. Ia memaparkan, konsumsi beras sejak 2018 mengalami kenaikan. Yakni 29,65 juta ton tahun 2018 menjadi 29,79 juta ton tahun 2019. Tahun ini, diproyeksi total konsumsi naik menjadi 30,19 juta ton.
Namun, pada sisi produktivitas dan produksi beras justru mengalami penurunan. Produksi beras tahun ini diproyeksi hanya mencapai 31,63 juta ton, turun dari 2018 yang mencapai 33,94 juta ton. Begitu pun dengan produktivitas yang ditaksir hanya sebesar 5,11 ton per hektare dari posisi 2018 sebesar 5,2 ton per ha.
"Kapasitas produksi turun, produksi dan produktivitas turun. Keberlanjutan pertanian pangan menjadi terancam," ujarnya.
Ia mengatakan, sistem produksi pangan di Indonesia amat rentan terhadap gangguan ketersediaan dan konservasi sumber daya air. Oleh karena itu, Bustanul menegaskan perlu peningkatan kapasitas secara mutlak.
Selain itu, juga dibutuhkan investasi untuk penyehatan tanah, pola tanam ramah lingkungan, sistem rotasi tanaman, tumpang sari, serta pemberdayaan kelembagaan petani.
"Kedaulatan pangan akan tercapai dengan perubahan kebijakan yang efektif. Dukungan peningkatan produksi, produktivitas dan efisiensi wajib diteruskan," katanya.