REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Satgas Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Semarang mengajukan permohonan penggunaan fasilitas rumah singgah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bagi tempat karantina penderita positif Covid-19. Langkah ini dilakukan setelah fasilitas rumah singgah/karantina yang disiapkan Pemkab Semarang telah terisi penuh. Solusi karantina mandiri tidak lagi bisa menjamin pasien tanpa gejala tidak melakukan berbagai aktivitas di luar rumah.
Koordinator Sekretariat Satgas Covid-19 Kabupaten Semarang, Valeanto Soekendro mengatakan, untuk penanganan Covid-19, Pemkab Semarang sebenarnya telah menyiapkan tempat rumah singgah berkapasitas hingga 64 tempat tidur.
Namun, seiring dengan bertambahnya warga yang terkonfitmasi positif Covid-19 di Kabupaten Semarang, seluruh tempat tidur tersebut saat ini telah terisi penuh. Pemkab Semarang tidak lagi memiliki fasilitas karantina yang siap digunakan.
Maka salah satu langkah yang dilakukan adalah melayangkan surat permohonan kepada Gubernur Jawa Tengah. Tujuannya agar Pemkab Semarang bisa atau diizinkan ikut mengakses tempat karantina penderita Covid-19 terpadu milik Pemprov Jawa Tengah.
"Pemprov kan menyiapkan karantina terpadu di Hotel Kesambi Hijau dan di fasilitas Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Jawa Tengah, maka surat permohonan sudah kita layangkan," jelasnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa (1/12).
Ia berharap, permohonan tersebut bisa direpons oleh Gubernur Jawa Tengah dan bahkan dikabulkan. Agar problem kekurangan rumah singgah bagi warga Kabupaten Semarang yang terkonfirmasi positif Covid-19 bisa segera ada solusinya.
Terlebih lagi rencana pemanfaatan Hotel Garuda, yang berlokasi di Kopeng, sebagai rumah singgah bagi penderita Covid-19, sampai saat ini belum bisa dilakukan. Karena masih butuh kesiapan, baik terkait bangunan maupun kesiapan mesyarakat di sekitarnya.
Di lain pihak, Soekendro juga menambahkan, untuk mendorong karantina mandiri di rumah bagi orang tanpa gejala (OTG) diakuinya memang masih menjadi problem bagi penanganan Covid-19 di Kabupaten Semarang. Sebab tidak ada jaminan yang bersangkutan tidak akan melakukan aktivitas di luar rumah. Meski 'jogo tonggo' sudah diaktifkan di lingkungan -- jika salah satu warga ada yang terkonfirmasi positif Covid-19-- akhir-akhir ini juga kurang optimal.
"Mungkin karena merasa bosan, harus menjalani karantina mandiri di rumah, akhirnya penderita pun menjadi leluasa beraktivitas di luar rumah. Sehingga akhirnya justru meresahkan para tengga yang ada di lingkungannya," tegas Soekendro.