REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan harga sejumlah pangan telah memicu terjadinya inflasi pada November 2020 sebesar 0,28 persen. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto di Jakarta, Selasa (1/12), mengatakan salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga itu adalah pasokan yang terganggu karena musim hujan.
"Inflasi pada November ini harus diwaspadai, karena mulai musim hujan dan pengaruh libur panjang beberapa waktu lalu. Cuaca ini juga bisa menghambat distribusi barang ke konsumen," katanya.
Ia mengatakan kenaikan harga pangan tersebut membuat kelompok makanan, minuman dan tembakau menyumbang inflasi tinggi pada periode ini yaitu sebesar 0,86 persen. "Kenaikan harga itu terlihat dari bahan makanan yang menyumbang andil inflasi yaitu daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, dan bawang merah," kata Setianto.
Kelompok pengeluaran lainnya yang juga mengalami inflasi antara lain kelompok kesehatan 0,32 persen, kelompok transportasi 0,30 persen dan kelompok pakaian dan alas kaki 0,14 persen. Meski demikian, terdapat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi sehingga mampu menekan inflasi yaitu kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya 0,23 persen serta kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga 0,04 persen.
Setianto menambahkan, dari 90 kota IHK, sebanyak 83 kota mengalami inflasi dan hanya tujuh kota yang menyumbang deflasi selama November 2020.
Inflasi tinggi terjadi di Tual sebesar 1,15 persen dan inflasi rendah terjadi di Bima 0,01 persen. Sedangkan deflasi tinggi terjadi di Kendari 0,22 persen dan deflasi rendah di Meulaboh dan Palopo masing-masing 0,01 persen.
Dengan inflasi November tercatat 0,28 persen, maka inflasi tahun kalender Januari-November 2020 sebesar 1,23 persen dan inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 1,59 persen.