REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) merespon fenomena orang yang mengumandangkan azan menggunakan kata jihad. Dalam video yang viral tersebut, kalimat hayya 'alas-shalah diubah menjadi hayya 'alal-jihad.
DMI menegaskan bahwa azan seruan sholat harus sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Artinya tidak dibenarkan dalam azan seruan sholat dimasukan kata jihad.
"Kalau itu (hayya 'alas-shalah diubah menjadi hayya 'alal-jihad) untuk adzan sholat itu tidak diperkenankan, karena itu bidah atau mengada-ada, dan tidak mengikuti apa yang dilakukan Nabi dan sahabat-sahabatnya," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) DMI, Imam Addaruqutni kepada Republika usai rapat virtual DMI, Selasa (1/12).
Imam menyampaikan, jihad dalam Islam punya istilah khusus. Artinya jihad untuk kepentingan umum seperti perbaikan ekonomi, pembangunan, silaturrahim, dan perjuangan agar orang-orang tetap sehat saat pandemi Covid-19, itu semua adalah jihad.
Ia mengatakan, usaha yang sungguh-sungguh untuk kebaikan bersama tanpa menyakiti orang lain, itu adalah jihad. "Polisi yang memberantas narkoba dan teroris juga jihad, petugas negara menegakan hukum dan keadilan adalah jihad," ujarnya.
Imam menjelaskan, DMI tidak bermaksud atau sengaja menghilangkan kata jihad. Jihad ada tapi bukan untuk seruan sholat. Jihad itu adalah usaha sendiri maupun bersama-sama untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Ia menegaskan, jihad tidak boleh dimaknai untuk memerangi orang yang semata-mata beda.
Sebelumnya DMI menggelar rapat virtual bersama pengurus pusat dan daerah. Rapat ini bertema 'Konsolidasi Kenetralan Organisasi Menghadapi Agenda Nasional Pilkada' pada Selasa (1/11).
Di dalam rapat itu, Ketua Umum DMI Jusuf Kalla (JK) secara tegas menolak seruan jihad yang dilakukan sekelompok orang di masjid melalui azan. JK menjelaskan bahwa menambahkan seruan jihad melalui azan adalah kekeliruan yang harus diluruskan.
"Azan, hayya 'alal-jihad, itu keliru, harus diluruskan. DMI menyatakan secara resmi menolak hal-hal seperti itu. Masjid jangan dijadikan tempat untuk kegiatan yang menganjurkan pertentangan," kata JK melalui siaran pers yang diterima Republika, Selasa (1/12).
JK menegaskan bahwa pengertian jihad jangan dijadikan seruan untuk membunuh, mengebom, atau saling mematikan. Sebab jika jihad mengajak membunuh, seperti kejadian di Kabupaten Sigi merupakan pelanggaran yang luar biasa yang harus dihukum oleh negara.
JK menilai jihad tidak bermakna negatif. Karena menuntut ilmu atau berdakwa juga bisa diartikan berjihad. "Sehingga kalau mau berjihad, dapat dilakukan dalam menuntut ilmu atau berdakwah," ujarnya.
Hadir mendampingi mantan wakil presiden ke-10 dan ke-12 ini antara lain Wakil Ketua Umum DMI Syafruddin, Wakil Ketua DMI Masdar Farid Mas’udi, Ketua DMI KH Abdul Manan Ghani, dan Ketua Umum BKPRMI Said Al Idrus.