Rabu 02 Dec 2020 01:41 WIB

DMI Tegaskan Masjid Netral di Pilkada 2020

Masjid netral dan tidak terlibat politik praktis di pilkada serentak 2020.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Masjid Indonesia (DMI) menggelar rapat virtual bersama pengurus DMI di pusat dan daerah bertema 'Konsolidasi Kenetralan Organisasi Menghadapi Agenda Nasional Pilkada' pada Selasa (1/12). Dalam rapat tersebut DMI menyampaikan bahwa masjid-masjid netral dan tidak terlibat politik praktis di pilkada serentak 2020.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DMI, Imam Addaruqutni menyampaikan, sebenarnya para pimpinan organisasi DMI dan masjid sudah mengerti bagaimana menyikapi pilkada. Di dalam rapat ini hanya konsolidasi saja, pimpinan pusat DMI tidak menyampaikan sesuatu yang baru ke pengurus.

"Ini hanya konsolidasi yang semua pemahaman (pengurus DMI) sudah mapan itu sebaiknya dipertahankan untuk netralitas masjid (di pilkada)," kata Imam kepada Republika usai rapat virtual DMI, Selasa (1/12).

Ia menegaskan bahwa masjid pemersatu bagi semua orang yang datang ke masjid dengan latar belakang yang berbeda. Maka masjid jengan dipakai alat untuk dukung mendukung atau tarik menarik kepentingan politik. Masjid jangan dijadikan alat politik praktis atau kepentingan politik saat pilkada.

Ia mengingatkan, masjid bukan berarti tidak boleh digunakan untuk kepentingan dan bukan berarti masjid tidak boleh aktif. Masjid tetap bisa dipakai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat, khususnya kegiatan penguatan silaturrahim, ekonomi rakyat, dan semua hal yang bersifat untuk kepentingan bersama.

Terkait pilkada 2020, Imam menyeru ke semua pihak agar masjid tidak dipasang pamflet dan lain-lain yang berkaitan dengan politik praktis atau politik kepentingan. "Nanti masjid menjadi sumber konflik karena masjid dipakai alat (politik)," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa jamaah yang datang ke masjid bukan anak buah dari siapapun, semuanya adalah hamba Allah. Maka masyarakat yang berafiliasi dengan kepentingan politik, tokoh dan lain sebagainya tidak boleh membawa kepentingan itu ke masjid.

Dalam rapat virtual itu juga DMI membahas fenomena seruan jihad saat melantunkan azan yang viral di media sosial. DMI menegaskan bahwa azan seruan sholat harus sesuai yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Artinya tidak dibenarkan dalam azan seruan sholat dimasukan kata jihad.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement