Rabu 02 Dec 2020 06:13 WIB

Kemendikbud: PJJ Berdampak Negatif ke Siswa

Peradilan Agama menerima 34.000 permohonan dispensasi nikah dibawah usia 19 tahun

Seorang guru memberikan pelajaran jarak jauh kepada siswa menggunakan radio handy talky (HT) di SD Negeri Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah, Senin (24/8/2020). Pihak sekolah memberikan fasilitas radio handy talky (HT) kepada siswa untuk mendukung sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena sebagian siswa tidak memiliki perangkat ponsel atau laptop yang didukung jaringan internet.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Seorang guru memberikan pelajaran jarak jauh kepada siswa menggunakan radio handy talky (HT) di SD Negeri Mojo, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah, Senin (24/8/2020). Pihak sekolah memberikan fasilitas radio handy talky (HT) kepada siswa untuk mendukung sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena sebagian siswa tidak memiliki perangkat ponsel atau laptop yang didukung jaringan internet.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyebut pendidikan jarak jauh (PJJ) memberi dampak negatif pada siswa. “Mulai dari ancaman putus sekolah, yang disebabkan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah pandemi Covid-19,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud, Jumeri, Selasa (1/12).

Dia menjelaskan pelaksanaan PJJ membuat orang tua memiliki persepsi tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Dampak berikutnya adalah kendala tumbuh kembang, yang mana terjadi kesenjangan capaian belajar. “Perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi berbeda,” katanya.

Kemudian, akan terjadi risiko kehilangan pembelajaran yang terjadi secara berkepanjangan dan menghambat tumbuh kembang anak secara optimal. Dampak selanjutnya adalah tekanan psikososial dan kekerasan dalam rumah tangga yang mana mengakibatkan anak stres akibat minimnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar, ditambah tekanan akibat sulitnya pembelajaran jarak jauh yang menyebabkan stres pada anak. “Juga kasus kekerasan banyak yang tidak terdeteksi, tanpa sekolah banyak anak terjebak pada kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan pandemi Covid-19 telah berdampak pada tingginya kasus perkawinan atau pernikahan pada anak.

Bintang mengatakan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2020, Badan Peradilan Agama Indonesia telah menerima sekitar 34.000 permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh calon mempelai yang belum berusia 19 tahun.

Menteri Bintang menilai tingginya kasus perkawinan pada anak menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka anak putus sekolah. Pemerintah memberikan keleluasaan pada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021. Pemberian izin dapat dilakukan secara serentak atau bertahap per wilayah kecamatan dan atau desa atau kelurahan. Hal itu berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau bulan Januari 2021. Salah satu alasan pemberian keleluasaan itu adalah untuk mengurangi dampak negatif PJJ.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement