REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ajaran Islam menganjurkan bagi mereka yang belum memiliki pasangan agar menikah selama mereka memiliki kemampuan fisik dan psikis untuk melaksanakan fungsi-fungsi perkawinan.
Bagi mereka yang belum mampu secara material, Islam mengajarkan untuk menahan diri sambil mengalihkan dorongan seksualnya pada kegiatan positif sementara waktu agar dapat meredam gejolak tersebut.
Islam tidak menganggap penyaluran hubungan seks sebagai sesuatu yang kotor atau sebaiknya dihindari. Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ), Prof M Quraish Shihab mengatakan dalam bukunya Islam yang Saya Pahami, ajaran Islam tidak memandang sperma sebagai sesuatu yang najis.
Sperma tidak dipersamakan dengan urin atau kencing, walaupun keduanya keluar melalui alat kelamin. Bahkan Islam menilai hubungan seks yang dilaksanakan dengan benar antara suami-istri merupakan salah satu kegiatan yang diberi ganjaran oleh Allah SWT.
Rasulullah bersabda, “Bukankah kalau dilakukan dengan haram pelakunya mendapat dosa?” (HR Ahmad).
Bahkan lebih dari itu, ibadah sunnah pun hendaknya ditangguhkan atau tidak dilakukan apabila panggilan seks sedemikian mendesak. Suami-istri tidak dihalangi melakukan hubungan intim, kapan dan di mana pun, kecuali di siang hari Ramadhan saat mereka sedang berpuasa.
Saat-saat tertentu ketika mereka sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah pun juga dilarang dan saat istri sedang mengalami menstruasi dan nifas.
Selain pada waktu yang disebutkan tadi, penyaluran hubungan intim diperbolehkan dilakukan karena dengan akad nikah suami-istri telah memperoleh izin untuk menikmati seluruh badan pasangannya.