Rabu 02 Dec 2020 07:23 WIB

Ketua Ombudsman RI Singgung Penyadapan Saat Tes Anggota KY

Jika ada hakim tiba-tiba beli rumah Rp 7 miliar, anggota keluarga ikut mengingatkan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Ombudsman RI periode 2016-2021 Amzulian Rifai mendaftar calon komisioner Komisi Yudisial (KY).
Foto: Antara
Ketua Ombudsman RI periode 2016-2021 Amzulian Rifai mendaftar calon komisioner Komisi Yudisial (KY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ombudsman RI periode 2016-2021 Amzulian Rifai membicarakan soal penyadapan hakim saat diuji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) menjadi calon komisioner Komisi Yudisial (KY) di Komisi III DPR RI.

Menurut Guru Besar Universitas Sriwijaya (Unsri) itu pada Selasa (1/12), jika pendekatan lunak (soft) gagal, KY bisa saja melaksanakan kewenangan penyadapan yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial.

"Mungkin dengan menggunakan lembaga-lembaga lain. Karena undang-undang memberikan ruang untuk itu, bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain. Termasuk, misalnya, melakukan penyadapan misalnya. Ini kan upaya setelah upaya-upaya soft itu, menurut saya, tidak berhasil kami dapatkan," kata Amzulian di Senayan, Jakarta Pusat.

Pasal 20 ayat 3 UU Komisi Yudisial memang menyebutkan, "Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat 1 huruf a yang menyebutkan Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim".

Pada pasal 20 ayat 4 pun menegaskan, "Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat 3".

Kendati demikian, Amzulian memilih untuk lebih mengedepankan pendekatan lunak, seperti dengan penyampaian teguran kepada hakim melalui keluarga mereka agar meningkatkan kinerja para hakim serta menjaga kehormatan dan perilaku hakim.

"Kalau misalnya anggota keluarga itu, apakah suami, istri, anak, paham betul berapa gaji seorang hakim lah, kalau dia (hakim) tiba-tiba beli rumah misalnya Rp 5 miliar, Rp 7 miliar, mbok diingatken bapak atau ibu, suami atau istri itu. Saya pikir keluarga berperan penting di dalam hal ini," kata Amzulian.

Menurut Amzulian, peringatan dari anggota keluarga seperti anak dan suami atau istri, sangat berpengaruh bagi kualitas pribadi masing-masing hakim, karena pada dasarnya para hakim dipilih dari orang-orang yang berkualitas baik. "Tidak sembarang orang bisa menjadi hakim," kata Amzulian menegaskan.

Ia juga menginginkan adanya tradisi menerbitkan eksaminasi putusan para hakim untuk kalangan praktisi hukum. Tradisi mengeksaminasi putusan itu dinilai dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan hukum di Indonesia dan para pelajar ilmu hukum.

"Bukan hanya untuk kepentingan KY tapi juga meningkatkan kemampuan mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum di Indonesia. Saya yakin di Komisi III DPR RI ini banyak yang berpengalaman di bidang praktik hukum. Bagaimana ketika merekrut sarjana hukum baru ya? Mereka (pelajar) tidak terbiasa membaca putusan-putusan hakim," kata Amzulian.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement