REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui tantangan terberat pengembangan industri hulu migas adalah resiko tinggi dan mahalnya investasi pengembangan. Namun, kata Sri Mulyani pemerintah sudah membuat berbagai instrumen insentif yang bisa dimanfaatkan oleh para investor migas.
Sri Mulyani menilai di tengah ketidakpastian harga minyak, maka efisiensi kerja menjadi landasan utama kerja hulu migas saat ini. Namun, pemerintah juga tidak tinggal diam.
Sri Mulyani ingin semua investor migas juga tetap bisa menggalakan eksplorasi dengan dukungan pemerintah melalui instrumen perpajakan.
"Kami juga menggunakan perangkat fiskal agar dapat mendukung seluruh siklus bisnis industri migas, mulai dari eksplorasi hingga produksi. Insentif yang diberikan dari stimulus fiskal yaitu termasuk pengurangan pajak penghasilan yang akan kami turunkan dari 25 persen menjadi 22 persen atau 20 persen dalam dua tahun ke depan," ujar Sri Mulyani dalam Internasional Conference Oil and Gas, Rabu (2/12).
Selain itu, kata Sri Mulyani pemerintah juga sudah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk untuk fasilitas migas. Hal ini harapannya bisa menjadi daya tarik bagi investor untuk bisa meningkatkan investasi hulu migas.
"Kami juga memberikan dukungan melalui pembebasan, yaitu pembebasan bea masuk bandara dan berbagai fasilitas lainnya di kawasan ekonomi khusus. Dan untuk meminimalisasikan hambatan, Pemerintah juga memberikan keleluasaan kepada kontraktor untuk memilih antara, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Kontrak Bagi Hasil yang berdasarkan pada cost recovery atau gross split," ujar Sri Mulyani.