Rabu 02 Dec 2020 14:05 WIB

Polemik Penolakan Kenaikan Tunjangan DPRD DKI oleh PSI

PSI dituding melakukan pencitraan dalam penolakan RKT DPRD DKI menjadi Rp 888 miliar.

Bendera Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipasang di pinggir jalan di kawasan Jakarta, beberapa waktu lalu. (ilustrasi)
Foto: @GeiszChalifah
Bendera Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipasang di pinggir jalan di kawasan Jakarta, beberapa waktu lalu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Antara

Kenaikan anggaran Rencana Kerja Tahun (RKT) DPRD DKI menjadi sebesar Rp 888 miliar menjadi polemik setelah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah DKI Jakarta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Michael Victor Sianipar menginstruksikan seluruh anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksinya menolak rancangan anggaran itu. Namun, belakangan PSI dituding melakukan pencitraan.

Baca Juga

Ketua Panitia Khusus RKT DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik menilai sikap PSI atas penolakan usul kenaikan tunjangan dewan pada APBD DKI 2021 tak tepat. Sebab, menurut Taufik, perwakilan Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta yang tergabung dalam Pansus menyetujui seluruh pembahasan dalam setiap rapat Pansus dan rapat pimpinan gabungan (Rapimgab) terkait penyusunan rencana kerja 2021.

"PSI setuju dan tanda tangan dalam rapimgab RKT DPRD DKI. Tapi, malah bicara aneh-aneh menolak di luar. Jangan pencitraan begitu lah, harus fair. Mau menerima RKT, tapi nama ingin bagus. Ini namanya merusak institusi," ujar Taufik pada awak media pada Selasa (1/12).

Jika ingin menolak, menurut Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI ini, PSI seharusnya berdebat di dalam rapat DPRD. Dia sebagai Ketua Pansus RKT DPRD DKI dan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi kecewa dengan sikap Fraksi PSI DPRD.

"Jangan di luar cerita begini, begono, dan begini. Saya sebagai Ketua Pansus RKT DPRD DKI tegaskan semua fraksi telah menyepakati," tuturnya.

Politikus Gerindra itu mengatakan, anggaran Rp 888 miliar dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2021 itu pun hingga saat ini masih dalam bentuk draf usulan. Taufik menerangkan, anggaran tersebut merupakan keseluruhan kegiatan dewan di Kebon Sirih selama satu tahun.

Kemudian, kenaikannya karena adanya penambahan kegiatan yang langsung bersentuhan dengan rakyat dalam RKT DPRD DKI itu. Mulai, kunjungan kerja (kunker), kunjungan dalam kota, peninjauan, sosialisasi pancasila, sosialisasi perda, reses dan kegiatan alat kelengkapan dewan (AKD).

"Angka Rp 888 miliar untuk keseluruhan kegiatan. Ini bukan gaji dewan. Kalau gaji Rp 800 juta sebulan mantap dong," kata Taufik.

Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta menyebutkan, kenaikan anggaran bagi DPRD DKI Jakarta pada 2021 hanya pada tunjangan, bukan pada gaji anggota dewan.

"Yang naik itu tunjangan yang sesuai ketentuan dengan ada batasan dan aturannya, tidak bisa seenaknya kita naikkan," kata Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco saat dihubungi di Jakarta, Selasa (1/12).

Baco juga mengatakan, kenaikan tunjangan ini dilakukan karena legislator juga akan memperbanyak kegiatan sosialisasi dan kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi masyarakat. Legislator memiliki kewajiban menyalurkan aspirasi masyarakat di daerah pemilihan (dapil).

"Jadi masih tahap wajar apa yang sedang dilakukan oleh teman-teman dewan," ujar dia.

Gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta mengalami peningkatan dari Rp 129 juta menjadi Rp 173.249.250 per bulan. Hal itu tertera di Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang disepakati DPRD DKI dan Pemprov DKI.

Adapun, PSI tetap membantah bahwa fraksinya menyetujui kenaikan anggaran RKT DPRD DKI Jakarta. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta menyatakan bahwa fraksinya tidak pernah menyetujui kenaikan tersebut.

"PSI tidak pernah menyetujui kenaikan RKT menjadi sebesar Rp 888 miliar untuk 106 anggota DPRD. Sikap PSI jelas bahwa segala pembahasan kenaikan hak dewan harus mempertimbangkan asas kepantasan dan kewajaran," kata Ketua DPW PSI DKI Jakarta Michael Sianipar saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (2/12).

Pernyataan yang disampaikan Michael membantah pernyataan M Taufik yang menuding PSI sedang melakuka pencitraan. Michael mengatakan, di saat ratusan ribu warga Jakarta kehilangan pekerjaan karena pandemi dan 1,7 juta warga Jakarta mengalami pengurangan jam kerja, kenaikan gaji wakil rakyat dinilainya tidak pantas. Keputusan PSI, menurut dia sudah bulat dan mekanisme internal partai pun sudah dijalankan.

"PSI harus hadir untuk rakyat, dan dengan tegas menolak kenaikan RKT yang diusulkan. Sikap itu sudah disampaikan di pandangan umum fraksi saat rapat paripurna dan dalam pernyataan DPW yang sudah kami sebar juga ke media," ucap Michael.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengingatkan PSI agar tak 'bermuka dua'. Jika benar PSI telah menyetujui RKT DPRD DKI Jakarta, namun menyatakan menolak di hadapan publik, maka PSI disebut melakukan politik lempar batu sembunyi tangan.

"Tanda tangan menyetujui di dalam, tapi keluar atau ke publik menolak kenaikan anggaran DPRD. Politik standar ganda. Dan politik bermuka dua, karena satu muka menyetuji, sedangkan muka yang lain menolak," ujar Ujang pada Republika.co.id, Rabu (2/12).

Ujang mengatakan, apa yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra M. Taufik bahwa PSI menyetujui kenaikan anggaran sebesar Rp 888 miliar, menunjukkan bahwa ada permainan pencitraan yang terbaca oleh lawan politik dan publik. "Pencitraan, karena menolak di depan publik agar bisa mendapat simpati publik," ujarnya.

Maka itu, jika sikap PSI di dalam rapat ternyata setuju dengan kenaikan anggaran, maka PSI melakukan tindakan salah apabila kemudian menunjukkan sikap berbeda. "Karena melakukan manuver yang sudah bisa dibaca orang. Tindakan yang salah, karena apa yang diucapkan berbeda dengan tindakannya," ujarnya.

 

Kenaikan RKT Dikritisi

Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengkritisi rencana kenaikan tunjangan reses dan sosialisasi peraturan daerah (perda) DPRD DKI Jakarta sebesar Rp8 miliar yang dinilai sebagai akal licik untuk menaikkan penghasilan anggota dewan.

"Kenaikan ini tidak lebih dari akal licik anggota DPRD DKI Jakarta untuk menaikkan penghasilan mereka di saat tidak ada pantauan publik. Dan bahkan di saat situasi Jakarta masih dalam situasi darurat pandemi COVID-19," kata Pengurus KOPEL Indonesia, Anwar Razak dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

KOPEL menaruh curiga kenapa selama ini pembahasan anggaran itu dilaksanakan di luar Jakarta, yakni di Hotel Grand Cempaka Cisarua Bogor. Sebelumnya, KOPEL telah mengingatkan pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI tahun 2020 yang dilakukan oleh DPRD dan Pemprov DKI di kawasan Puncak dinilai rawan dengan anggaran siluman.

"Ternyata mereka punya rencana terselubung menaikkan tunjangan anggota DPRD," ujar Anwar.

Menurut Anwar, gaji tunjangan anggota DPRD jelas hitungannya dalam PP 18 tahun 2017 yang dasar hitungannya dari gaji pokok gubernur.

"Jadi bila tunjangan itu naik maka berarti sudah tidak wajar," katanya.

Ia mengatakan mestinya Pemprov DKI Jakarta bertahan tidak menaikkan dan Kemendagri memberikan koreksi, tidak justru sama-sama berselingkuh mendukung kenaikan tersebut. Menurut dia, tunjangan reses dan sosialisasi Perda memang tidak detail diatur besarannya dalam PP 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan Anggota DPRD, tapi jelas disebutkan bahwa besarannya harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

"Jadi jelas di saat sekarang di mana Pendapatan Asli Daerah DKI Jakarta mengalami penurunan drastis dan bahkan mengambil utang pusat untuk pemulihan ekonomi maka kenaikan tunjangan tersebut adalah akal licik menguras APBD," kata Anwar.

Anwar menambahkan, situasi saat ini seharusnya anggaran reses dan biaya-biaya sosialisasi dan perjalanan mengalami penurunan karena akan lebih banyak dilakukan secara daring (online).

"KOPEL Indonesia berharap rencana ini bisa dikoreksi Kemendagri dan meminta eksekutif tidak ikut dalam permainan anggaran DPRD DKI Jakarta ini karena hal ini akan sangat menyakitkan hati warga Jakarta," kata Anwar.

Pengamat politik dari Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai usulan kenaikan pendapatan anggota DPRD DKI Jakarta di tengah pandemi Covid-19 bisa menjatuhkan citra dan wibawa anggota dewan. "Sebenarnya, kenaikan pendapatan tidak relevan dengan kondisi masyarakat yang saat ini untuk bertahan hidup saja susah. Uang negara saja sudah tidak cukup memenuhi keinginan-keinginan, kalau sekadar keinginan pasti maunya mereka, tetapi banyak hal sebetulnya lebih prioritas karena keuangan negara terbatas," kata Pangi, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, DPRD DKI Jakarta seharusnya mengoptimalkan penggunaan anggaran selama pandemi Covid-19 untuk jaringan pengaman sosial, pemulihan ekonomi dan kesehatan. Usulan kenaikan pendapatan itu, kata dia, dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada wakil mereka yang berada di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat tersebut.

"Wacana seperti ini tidak perlu dimunculkan. ketidakpercayaan masyarakat kepada pejabat makin tinggi. Sentimennya bahaya, membuat kemarahan publik serta menjatuhkan citra dan wibawa DPRD DKIJakarta sendiri. Kalau mau dapat empati, buatlah wacana gaji siap dipotong, bukan malah naik gaji," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting ini.

photo
DKI dan pemerintah pusat silang pendapat soal penyaluran Bansos. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement