REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, memproyeksi, harga minyak sawit mentah pada tahun depan akan mengalami peningkatan. Hal itu seiring mulai naiknya permintaan sawit dampak dari mulai dibukanya kegiatan ekonomi dunia.
Airlangga mengatakan, harga crude palm oil (CPO) tahun 2021 diyakini mencapai 668 dolar AS per metrik ton naik 18 dolar AS per ton dari posisi tahun ini sebesar 650 dolar AS per ton.
"Tahun 2021 diperkirakan permintaan minyak sawit diharapkan pulih seiring dengan ekonomi yang kembali terbuka, harga minyak sawit juga didukung oleh berlanjutnya kebijakan biodiesel, peningkatan permintaan oleh mitra dagang besar," kata Airlangga dalam Indonesia Palm Oil Conference 2020, Rabu (2/12).
Ia mengatakan, sebagai penyumbang ketiga terbesar bagi PDB, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami tren penurunan pertumbuhan ekonomi, tren penurunan ini terjadi sebagai akibat dari pembatasan sosial di berbagai daerah yang berdampak pada distribusi hasil pertanian.
Namun, pertumbuhan sektoral kita memastikan bahwa sektor pertanian cenderung memiliki ketahanan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor industry dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebut, permintaan pasar global terhadap komoditas kelapa sawit mulai membaik pada kuartal ke-IV. Tren perbaikan ini terjadi setelah anjloknya performa ekspor kelapa sawit sejak awal pandemi.
Ketua Umum Gapki, Joko Supriyono, mengatakan, tahun 2020 ditandai dengan ketidakpastian karena virus corona. Kebijakan lockdown menjadi pilihan untuk mencegah penularan virus.
Lockdown yang diterapkan di negara-negara Eropa dan Asia alhasil memberikan pengaruh pada permintaan minyak nabati termasuk minyak kelapa sawit yang berpengaruh pada performa ekspor kelapa sawit Indonesia.
"Namun, pada kuartal ke 4, dapat dilihat pasar dunia mulai membaik ditandai dengan peningkatan permintaan dari beberapa negara tujuan ekspor diikuti dengan peningkatan tren harga minyak kelapa sawit," kata Joko.
Joko tidak menyebutkan lebih detail mengenai volume dan nilai ekspor pada kuartal terakhir kali ini. Ia hanya mengatakan, memasuki akhir 2020 menjadi waktu yang terbaik untuk melihat pembahasan analisa dan perkiraan pasar kelapa sawit di tahun 2021. Sebab, para pelaku industri juga tidak pernah tahu apakah perubahan di akhir tahun ini membawa perubahan yang baik di tahun depan.
Mengutip laporan terakhir Gapki sepanjang kuartal III 2020, pada Juli lalu, produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) mencapai 3,85 juta ton, kemudian naik menjadi 4,38 juta ton pada Agustus dan 4,73 juta ton pada September 2020.
Adapun, nilai ekspor produk sawit pada September mencapai 1,87 juta dolar AS, naik 10 persen dibandingkan dengan nilai ekspor Agustus sebesar 1,69 juta dolar AS.
Joko menuturkan, meski ekspor kelapa sawit Indonesia mengalami penurunan yang dipengaruhi oleh pandemi Covid-19, pemerintah Indonesia tetap konsisten dalam mengimplementasikan program bahan bakar B30 sehubungan dengan rendahnya harga minyak bumi. Menurutnya, hal itu membantu untuk menjaga dan menstabilkan konsumsi domestik.