REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Deklarasi pemerintahan Papua Barat menuai kontroversi. Deklarasi itu menuai kecaman dan penolakan di Tanah Air.
Pada Selasa (1/12), gerakan kemerdekaan, Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), telah menyusun konstitusi baru. Mereka menominasikan pemimpin yang diasingkan Benny Wenda sebagai presiden sementara.
"Hari ini, kami menghormati dan mengakui semua nenek moyang kami yang berjuang dan mati untuk kami dengan akhirnya membentuk pemerintah bersatu yang menunggu,” kata Wenda merujuk pada istilah yang digunakan kelompok politik yang berharap akan terpilih untuk memerintah dalam waktu dekat.
“Mewujudkan semangat rakyat Papua Barat, kami siap menjalankan negara kami," ujar sosok yang mengasingkan diri di Inggris ini, dikutip dari media Inggris the Guardian. Seperti diketahui Benny Wenda selama ini tinggal di Inggris, bukan di Papua Barat.
Wenda mengatakan, dalam konstitusi sementara, Republik Papua Barat di masa depan akan menjadi negara hijau pertama di dunia dan menjadi suar hak asasi manusia."Hari ini, kami mengambil langkah lain menuju impian kami tentang Papua Barat yang merdeka, merdeka, dan merdeka," katanya.
Juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, seperti dilansir the Guardian, mengaku terganggu dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa minggu dan bulan terakhir di provinsi Papua dan Papua Barat di Indonesia. Kondisi ini membuat peningkatan risiko ketegangan dan kekerasan baru.
Shamdasani mengatakan, dalam satu insiden pada 22 November, seorang remaja berusia 17 tahun ditembak mati dan seorang remaja lainnya terluka dalam baku tembak polisi. Jasad bocah itu ditemukan di gunung Limbaga di distrik Gome, Papua Barat.
Pembunuhan pendeta gereja Yeremia Zanambani, yang tubuhnya ditemukan di dekat rumahnya di distrik Hitadipa penuh dengan peluru dan luka tusuk pun menjadi perhatian PBB. Shamdasani menyatakan, Zanambani mungkin telah dibunuh oleh anggota pasukan keamanan.
"Sebelumnya, pada September dan Oktober 2020 ada rangkaian pembunuhan yang meresahkan setidaknya enam individu, termasuk aktivis dan pekerja gereja, serta warga non-pribumi. Setidaknya dua anggota pasukan keamanan juga tewas dalam bentrokan," kata Shamdasani
Selain itu, Shamdasani pun menaruh sorotan terhadap 36 pengunjuk rasa yang ditangkap di Manokwari dan Sorong dalam protes pro-kemerdekaan pada akhir pekan. Mereka beraksi menjelang peringatan 1 Desember yang dianggap sebagai deklarasi kemerdekaan Papua Barat dari pemerintahan kolonial Belanda pada 1961.