Rabu 02 Dec 2020 16:12 WIB

Presiden Iran Rouhani: 70 Tahun Rakyat Palestina Tertindas

Rouhani mengkritik komunitas internasional gagal akhiri penindasan terhadap Palestina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Iran Hassan Rouhani. Foto bertanggal 11 November 2020.
Foto: EPA-EFE/PRESIDENTIAL OFFICE HANDOUT
Presiden Iran Hassan Rouhani. Foto bertanggal 11 November 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengkritik komunitas internasional karena dinilai gagal mengakhiri kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Hal tersebut dia sampaikan lewat pesan kepada Majelis Umum PBB dalam rangka memperingati International Day of Solidarity with the Palestinian People.

"Tanggal 29 November adalah pengingat akan lebih dari tujuh dekade pendudukan wilayah Palestina oleh rezim Israel dan penderitaan tak berujung rakyat Palestina serta tirani dan ketidakadilan yang tak berkesudahan yang dialami bangsa Palestina yang tertindas," kata Rouhani, dikutip laman Iran Front Page pada Rabu (2/12).

Baca Juga

International Day of Solidarity with the Palestinian People diperingati setiap 29 November. Peringatan telah berlangsung sejak 1977. Tanggal 29 November dipilih untuk menandai hari ketika Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang membagi Palestina menjadi negara Arab dan Zionis pada 1947.

Menurut Rouhani, Israel telah banyak mengambil kebijakan yang agresif dan rasialis terhadap rakyat Palestina. "Termasuk rencana aneksasi dan pembunuhan rakyat Palestina serta berlanjutnya sanksi terhadap rakyat Gaza yang melanggar hak asasi manusia (HAM) di tengah pandemi virus corona dan warga Palestina ditolak aksesnya ke persyaratan medis minimum serta bantuan kesehatan," katanya.

Dia turut menyesalkan kebijakan ekspansionis Israel dengan membangun lebih banyak permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Timur al-Quds. Rouhani mendesak negara-negara dunia melawan kebijakan-kebijakan Israel yang melanggar HAM dan berbagai ketentuan resolusi PBB.

Sebelumnya, Presiden Majelis Umum PBB Volkan Bozkir mengatakan PBB telah gagal mendorong pembentukan negara Palestina. "Parameter penyelesaian konflik sudah jelas. Pada 1947, Majelis Umum mengadopsi Resolusi 181, yang menjadi dasar hukum pembentukan Negara Israel, dan negara kedua, untuk rakyat Palestina. Namun, dalam tujuh dekade berikutnya, kita telah gagal mendirikan negara untuk rakyat Palestina," kata Bozkir, dikutip laman Gulf Times pada Rabu (2/12).

Menurut dia, solusi dua negara yang diakui Resolusi 181 Majelis Umum PBB adalah satu-satunya premis untuk perdamaian yang adil, langgeng, dan komprehensif. Hal itu pun dapat menjadi dasar menciptakan keamanan dan kemakmuran bagi semua pihak.

Dia meminta PBB terus mendukung Israel dan Palestina untuk menyelesaikan konflik mereka berdasarkan hukum internasional serta perjanjian bilateral. Visi membentuk dua negara Israel-Palestina di garis perbatasan pra-1967 mesti diwujudkan. Bozkir menekankan bahwa kerangka acuan itu tak dapat diubah dan hak-hak rakyat Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement