REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Perwakilan permanen Arab Saudi untuk PBB pada Selasa (1/12) mengecam pembunuhan ilmuwan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh di ibu kota Iran, Teheran.
"Hilangnya seorang ilmuwan Muslim adalah kerugian bagi seluruh Umma Muslim di dunia," kata Abdallah al-Mouallimi saat mengikuti wawancara dengan saluran RT Rusia.
Namun dia mendesak Iran untuk tidak meningkatkan ketegangan karena "reaksi emosional dan spontan tidak akan membawa hasil yang positif." Al-Mouallimi mendorong Iran untuk membuktikan niat baiknya kepada komunitas internasional mengenai program nuklirnya untuk "tidak membuat para ilmuwannya terancam bahaya."
Fakhrizadeh yang memimpin penelitian dan inovasi di kementerian pertahanan Iran, diserang pada Jumat di Kabupaten Damavand dekat Teheran. Para penyerang meledakkan kendaraan di depan Fakhrizadeh dan menembaki kendaraannya, melukai dia, dan orang lain bersamanya.
Korban luka lainnya dilarikan ke rumah sakit, sedangkan Fakhrizadeh telah meninggal karena luka yang dideritanya. Presiden Iran Hassan Rouhani bergabung dengan para pejabat tinggi Iran pada Sabtu, menuduh Israel membunuh ilmuwan tinggi itu. Itu adalah serangan yang dapat memercikkan api ketegangan di wilayah tersebut.
Serangan itu menimbulkan kemarahan di seluruh Iran. Sekelompok pengunjuk rasa pada Jumat malam berkumpul di luar kantor Rouhani di Teheran dan menuntut pembalasan yang kuat. Peristiwa itu adalah pembunuhan pejabat tinggi kedua Iran sejak Januari, setelah serangan udara Amerika Serikat (AS) menewaskan Jenderal Qasem Soleimani di Baghdad.
Pejabat Iran melihat koordinasi Israel-AS dalam serangan tersebut. Sebagian besar pejabat Iran menyalahkan Israel atas pembunuhan itu, bersumpah akan memberikan tanggapan yang keras.