Rabu 02 Dec 2020 16:47 WIB

Pemangkasan Libur Akhir Tahun yang tidak Cukup Pendek

Libur akhir tahun yang tetap delapan hari sangat potensial lonjakkan kasus Covid-19.

Pengunjung memadati jalur pedestrian di kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/10) malam. Pascalibur panjang Maulid Nabi di akhir Oktober Yogyakarta mengalami lonjakan kasus. Kebijakan pemerintah memangkas libur akhir tahun dipandang pakar kesehatan tetap potensial tingkatkan kasus Covid-19.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pengunjung memadati jalur pedestrian di kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/10) malam. Pascalibur panjang Maulid Nabi di akhir Oktober Yogyakarta mengalami lonjakan kasus. Kebijakan pemerintah memangkas libur akhir tahun dipandang pakar kesehatan tetap potensial tingkatkan kasus Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Febrianto Adi Saputro, Muhammad Fauzi Ridwan

Libur panjang di Tanah Air telah terbukti meningkatkan kasus positif Covid-19. Jumlah kasus Covid-19 mengalami lonjakan kenaikan hingga mencapai 19,8 persen, yakni dari 30.555 pada pekan lalu menjadi 36.600 pada pekan ini. Sebanyak 17 provinsi pun tercatat mengalami kenaikan kasus.

Baca Juga

Libur panjang di akhir Oktober telah disebut sebagai penyebab kenaikan kasus. Karena itu pemerintah memutuskan memperpendek masa libur akhir tahun atau cuti bersama di akhir tahun 2020.

Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, meminta pemerintah berkaca dari efek libur panjang saat memutuskan kebijakan libur Natal dan tahun baru.

"Saat libur Idul Fitri, Idul Adha, bahkan cuti bersama kemarin (maulid Nabi Muhammad SAW) ternyata terjadi peningkatan kasus Covid-19. Jadi, pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman, tetapi kalau tidak belajar masak seperti keledai," kata Miko di sebuah acara diskusi Ikatan Alumni UI, Rabu (2/12).

Artinya, dia melanjutkan, kalau pemerintah masih menetapkan libur maka pemerintah melakukan kesalahan yang sama. Ibaratnya, bak keledai yang jatuh di lubang yang sama.

Seharusnya pemerintah jangan bermain-main dengan menetapkan hari libur Natal dan tahun baru nanti. Hari libur yang dipangkas hanya selama tiga hari. Sisanya, masih ada lebih dari lima hari masa libur bersama di akhir tahun.

Miko mengusulkan libur hari raya keagamaan dan akhir tahun besok hanya selama dua hari. Yaitu Natal pada 25 Desember 2020 dan tahun baru pada 1 Januari 2021. "Kalau bisa, hari libur diatur kurang dari tiga hari," katanya.

Sebenarnya, dia menambahkan, libur beberapa hari bukanlah persoalan namun perilaku masyarakat Indonesia yang salah. Akibatnya, cuti bersama membuat kasus Covid-19 naik.

Terkait libur yang diperpendek, ia mengakui memang mengurangi risiko bertambahnya kasus Covid-19. Masalahnya, dia melanjutkan, kasus Covid-19 di Tanah Air saat ini sedang banyak.

Tak hanya mengatur libur, ia meminta protokol kesehatan selama misa Natal juga seharusnya diatur oleh satuan tugas (satgas) di masing-masing kabupaten/kota. Misalnya, gereja di zona hijau maka protokol kesehatan mungkin bisa diperlonggar, namun peringatan Natal di daerah zona oranye dan zona merah berbeda. Artinya, peringatan Natal di dua zona ini sedang tinggi kasus Covid-19 dan protokol kesehatannya bisa diperketat.

"Bisa membuat kapasitas gereja yang didatangi orang-orang hanya 20 hingga 40 persen. Jangan hanya Lebaran Idul Fitri tidak ada sholat Id, kemudian masa misa Natal dibebaskan," katanya.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) juga menganggap libur akhir tahun masih berpotensi meningkatkan kasus Covid-19. Pasalnya libur yang dulunya sebanyak 11 hari hanya dipangkas tiga hari.

"Kalau menurut saya, libur selama delapan hari sepertinya masih berpotensi menularkan Covid-19. Meski cuti bersama dan libur dikurangi, delapan hari ini adalah waktu yang panjang dan berpotensi membuat orang bepergian ke tempat wisata atau luar kota dan kemungkinannya masih sangat tinggi," kata Ketua Tim Protokol Tim Mitigasi IDI Eka Ginanjar saat dihubungi Republika.

Artinya, libur delapan hari masih bisa membuat orang-orang melakukan mobilisasi pergi ke tempat wisata dan berkerumun. Atau foto bersama dengan keluarga tanpa mengenakan masker karena ingin wajah terlihat, atau makan-makan di restoran atau kafe dengan tidak memakai penutup hidung dan mulut.

"Itu rangkaiannya dan akhirnya berpotensi menularkan Covid-19," katanya.

Sebenarnya, Eka melanjutkan, bukan tempat wisata yang menjadi masalah dan menularkan virus. Eka menegaskan, kerumunan apapun yang menyebabkan orang berbondong-bondong dan berkerumun kemudian bisa menyebabkan penularan virus.

Sementara libur panjang menjadi momen masyarakat yang merasakan jenuh kemudian memutuskan bermain ke tempat wisata dan akhirnya menyebabkan kerumunan. "Kemudian ini bisa mengakibatkan penambahan kasus (Covid-19)," katanya.

Kasus Covid-19 yang meningkat bisa dilihat usai libur-libur kemarin seperti Idul Fitri, Idul Adha, bahkan maulid hanya selama empat hari ternyata bisa menambah kasus Covid-19. Eka mengusulkan, pemerintah bisa tetap memberikan libur selama delapan hari namun memberikan penekanan bahwa masyarakat berada di rumah saja.

Opsi lainnya, dia menambahkan, hari libur Natal dan tahun baru dibuat hanya selama tiga hari yaitu tanggal 24, 25 Desember 2020 untuk memberi kesempatan umat Kristiani beribadah dan tanggal 1 Januari 2021 saat tahun baru.

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengapresiasi keputusan pemangkasan libur akhir tahun. Meski begitu, ia menilai langkah antisipasi mesti dipertegas dengan melarang perayaan pergantian akhir tahun dalam bentuk berkumpul.

"Para kepala daerah harus turun langsung memberikan penindakan tegas terhadap mereka yang tetap melakukan keramaian dalam malam pergantian tahun. Pergantian tahun dari 2020 ke 2021 harus jadi momen refleksi dan penyadaran bahwa Covid-19 telah menimbulkan banyak musibah dan kerugian bagi semua warga masyarakat," kata Mufida.

Menurutnya bulan-bulan ini menjadi momentum beberapa komponen masyarakat untuk melaksanakan berbagai aktivitas mulai dari acara pernikahan, acara keagamaan maupun mudik dalam rangka cuti akhir tahun.

Sementara itu sudah banyak laporan yang menunjukkan kenaikan kasus usai terjadi libur panjang.

"Meskipun cuti bersama akhir tahun dikurangi, Pemerintah tetap perlu mengimbau warga masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan wisata ke daerah zona merah," ujarnya.

Kemarin, Pemerintah menetapkan kebijakan pengurangan cuti bersama dan libur akhir tahun 2020 yang semula 11 hari menjadi delapan hari. Pada tanggal 28, 29, dan 30 Desember pemerintah memutuskan tidak jadi libur, masyarakat diminta bekerja seperti biasa di tanggal itu.

"Intinya kami sesuai arahan yang memutuskan bahwa libur natal dan tahun baru tetap ada. Adapun liburnya, mulai tanggal 24 sampai 27 adalah libur Natal yang rinciannya 24 adalah cuti bersama Natal, 25 itu hari Natalnya, dan 26 itu Sabtu, 27 adalah hari Ahad, kemudian 28 hingga 30 tidak libur tetapi tetap kerja biasa," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam konferensi pers virtual usai rapat tingkat menteri (RTM) Tindak Lanjut Arahan Presiden Terkait Perubahan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2020, Selasa (1/12) petang.

Jelang akhir tahun banyak daerah, terutama yang digemari wisatawan, sudah bersiap diri mengantisipasi kedatangan wisatawan. Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, namun meminta wisatawan tidak berkunjung ke Kota Bandung pascaperubahan level kewaspadaan dari zona oranye ke zona merah dan pada libur akhir tahun mendatang.

"Kita berharap mengurangi penyebaran masif melalui pergerakan masyarakat, warga dari luar kota Bandung jangan masuk dulu Bandung. Mereka juga ada potensi terpapar," ujarnya saat di Balai Kota Bandung.

Ia melanjutkan, positivity rate Covid-19 di Kota Bandung melebihi angka 20 persen. Menurutnya, salah satu penyebab kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bandung yaitu peristiwa libur panjang bulan Oktober kemarin.

Oleh karena itu, Yana menilai libur panjang akhir tahun 2020 berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. "Dari sisi ekonomi mungkin dirugikan tapi dari sisi kesehatan berkurangnya cuti bersama, mudah-mudahan bisa menekan potensi peningkatan positif," katanya.

Ia mengingatkan berbagai opsi dapat dilakukan untuk mengatasi Covid-19 di Kota Bandung namun hal tersebut akan dirapatkan pada rapat terbatas (ratas). Menurutnya, upaya yang harus dilakukan yaitu terus sosialisasi penerapan protokol kesehatan kepada masyarakat.

photo
Lonjakan Kasus dari Libur Panjang - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement