Rabu 02 Dec 2020 18:03 WIB

Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik

Muslim Prancis merasa harus membuktikan diri sebagai orang Prancis.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah
Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik. Wanita mengenakan baju renang Muslim yang tertutup penuh atau burkini di Pantai Marseilles, Prancis.
Foto: Reuters
Muslim Prancis Merasa Tertekan Terima Piagam Nilai Republik. Wanita mengenakan baju renang Muslim yang tertutup penuh atau burkini di Pantai Marseilles, Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dewan Muslim Prancis (CFCM) pekan ini akan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk mengonfirmasi soal teks dari 'piagam nilai-nilai republik' yang baru untuk ditandatangani para imam di negara itu.

Sebelumnya, Macron memberikan ultimatum 15 hari kepada CFCM untuk menerima piagam tersebut. CFCM, yang mewakili sembilan asosiasi Muslim yang terpisah, dilaporkan telah diminta memasukkan di dalam teks pengakuan nilai-nilai republik Prancis, penolakan terhadap Islam sebagai gerakan politik dan larangan pengaruh asing.

Baca Juga

Namun, hal ini tampaknya menjadi tekanan bagi Muslim di negara itu. Sebab, tidak semua setuju dengan isi piagam tersebut.

"Kami tidak semua sepakat tentang apa piagam nilai ini, dan apa isinya. Kami berada pada titik balik bersejarah bagi Islam di Prancis dan kami Muslim menghadapi tanggung jawab kami," kata Wakil Presiden CFCM sekaligus Kepala Masjid Agung Paris Chems-Eddine Hafiz, dilansir di BBC, Rabu (2/12).

Ia mengungkapkan, delapan tahun lalu ia berpikir sangat berbeda. Pelaku serangan milisi, Mohamed Merah, melakukan serangan di Toulouse. Saat itu, menurutnya, mantan presiden Prancis Sarkozy memintanya bangun dari tidur pada pukul 05.00 untuk membahas soal serangan itu.

"Saya katakan padanya: 'Namanya mungkin Mohamed, tapi dia kriminal!' Saya tidak ingin menghubungkan antara kejahatan itu dan agama saya. Sekarang, saya tahu. Para imam di Prancis harus bekerja," ujarnya.

Rencana pemerintahan Macron bertujuan agar CFCM membuat daftar para imam di Prancis, yang masing-masing imam akan mendaftar ke Piagam tersebut, dengan imbalan akreditasi. Sebelumnya pada Oktober, Macron berbicara soal memberikan 'tekanan besar' pada otoritas Muslim di sana. Prancis adalah wilayah yang sulit sebagai negara yang menjunjung tinggi sekularisme.

Macron mencoba menghentikan penyebaran politik Islam, tanpa terlihat sebagai langkah yang mencampuri praktik keagamaan atau mengasingkan satu agama tertentu. Mengintegrasikan semua kelompok Muslim ke dalam masyarakat Prancis telah menjadi masalah politik yang mendesak dalam beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Macron Keluarkan Ultimatum 15 Hari untuk Pemimpin Muslim

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement