REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG— Kebijakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang kembali membuka layanan calling visa bagi delapan negara, termasuk Israel, menuai kontroversi.
Hal ini membuat Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor), Yaqut Cholil Qoumas, ikut angkat bicara.
Ia meminta sejumlah pihak jangan sekadar menolak kebijakan pembukaan layanan calling visa tersebut. “Namun juga mencermati latar belakang diterbitkannya kebijakan tersebut,” ungkapnya, di Semarang, Rabu (2/12).
Apalagi, lanjut Yaqut, kemudian mengaitkan kebijakan pembukaan calling visa tersebut dengan rencana membuka hubungan diplomatik dengan Israel atau sebagai sebuah pengkhianatan kepada Palestina.
Menurutnya, hal tersebut terlalu jauh dan kurang memahami secara komperehensif. “Jangan asal komentar, jangan sekadar gaduh dan main tolak saja. Karena calling visa adalah kebijakan terkait keimigrasian biasa di suatu negara,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut juga menegaskan, tidak mungkin pemerintah Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel.
Sebab, arah kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini sudah jelas, yakni selama Palestina belum seutuhnya merdeka dan berdaulat, selama itu pula tidak akan ada hubungan diplomatik dengan Israel.
Komitmen Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina juga tetap seutuhnya dan tidak berubah. “Seperti harapan founding fathers, tidak ada satu keraguan pun untuk mendukung kemerdekaan penuh Palestina,” katanya.
Ia pun mengingatkan, pemberian calling visa kepada WNA Israel sebenarnya sudah dilakukan sejak 2012, berdasarkan Permenkumham Nomor M.HH-01.GR.01.06 Tahun 2012.
Di mana, negara calling visa adalah negara yang memiliki kondisi dengan tingkat kerawanan tertentu, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan hingga keamanan negaranya.
Selain Israel, negara lainnya adalah Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia. Layanan calling visa bisa diberikan untuk negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik.
Maka sudah cukup jelas disebutkan Kemenkumham, calling visa itu untuk mengakomodasi hak-hak kemanusiaan, seperti pasangan kawin campur, ada juga terkait bisnis, investasi maupun bekerja.
Itu pun prosesnya juga tidak gampang, karena juga diperlukan pemeriksaan serta persyaratan yang sangat ketat, sebelum visa bias dikeluarkan. “Jadi tidak asal disetujui begitu saja, namun ada persyaratan yang tidak mudah,” kata dia.