Kamis 03 Dec 2020 04:29 WIB

Komitmen Menjaga Protokol Kesehatan Pelaksanaan Umroh

Pemberangkatan jamaah umroh terkesan serba dadakan.

Red: Joko Sadewo
Ibadah Umroh di Masa Pandemi
Foto: BNPB Indonesia
Ibadah Umroh di Masa Pandemi

Oleh : Muhammad Fakhruddin*

REPUBLIKA.CO.ID, Genap sebulan Pemerintah Arab Saudi memberikan kesempatan kepada jamaah dari luar negeri untuk melaksanakan ibadah umroh di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah Arab Saudi bahkan memberikan akses umroh pertama kepada Indonesia dan Pakistan. Indonesia dan Pakistan diberikan akses di tahap ketiga pembukaan umroh untuk jamaah multinasional yang dimulai 1 November 2020, karena dua negara ini merupakan penyumbang jamaah umroh dan haji terbesar.

Pemberian akses ini menjadi pertanda baik dan patut disyukuri oleh semua pihak yang memiliki kepentingan dengan ibadah umroh. Karena hampir sembilan bulan travel umroh tak ada transaksi penjualan produk paket umroh. Sayangnya begitu akses itu dibuka,  pemberangkatan gelombang pertama jamaah umroh dari Indonesia terkesan serba dadakan. Sehingga ada sebagian jamaah umroh yang batal berangkat karena beberapa faktor. 

Di antaranya, ada 12 calon jamaah positif Covid-19 sesuai hasil tes PCR. Ada juga yang batal berangkat karena belum keluar visa dan tiket belum bisa dikonfirmasi. Ditambah hasil PCR calon jamaah yang belum keluar. Rata-rata kegagalan berangkat jamaah umroh gelombang pertama karena persiapan yang kurang memadai.

Bahkan, akibat persiapan yang kurang tersebut, penerbangan tertunda nyaris dua jam. Alasannya karena keterlambatan pengiriman dokumen tercetak hasil tes PCR untuk sebagian jamaah. Beruntung pada akhirnya pihak maskapai menerima dokumen hasil tes PCR dalam format PDF. Proses tes PCR memang terbilang mendadak baru diurus pada Sabtu (31/10) seiring mendadaknya informasi jatah umroh bagi Indonesia dari Saudi.

Tiba di Arab Saudi, jamaah umroh asal Indonesia langsung menjalani karantina di Makkah. Sesuai regulasi jamaah dari negara asing karantina selama tiga hari sebelum melakukan ibadah umroh. Jamaah juga menjalani tes swab ulang di sana. Namun dari hasil tes swab ternyata ada sejumlah jamaah umroh yang positif Covid-19. Tidak diketahui pasti dari mana mereka terinveksi Covid-19, apa sejak dari Tanah Air atau ketika sudah tiba di Tanah Suci.

Apabila hasil swab menunjukkan positif terinfeksi virus maka jamaah tersebut akan segera dikarantina kembali. Lamanya masa karantina adalah tujuh hari dan setelah itu akan dilakukan swab kembali untuk memastikan sudah terbebas dari virus. Swab memang telah dicover oleh asuransi di Arab Saudi sehingga jamaah tidak perlu khawatir, namun menjalani masa karantina di sana tentunya sangat menjenuhkan apalagi jauh dari keluarga.

Pihak Kerajaan Arab Saudi sempat menghentikan penerbitan visa umroh bagi jamaah umroh Indonesia meskipun segera dibuka kembali. Namun, di gelombang keberangkatan berikutnya ternyata masih ada jamaah haji yang terjangkit Covid-19 dan baru diketahui ketika tiba di Tanah Suci. Sehingga dari hasil evaluasi Kemenag dengan DPR RI calon jamaah umroh harus menjalani karantina 3 hari di asrama haji sebelum terbang ke Arab Saudi.

Komitmen untuk menjalankan protokol kesehatan tidak hanya tanggung jawab Arab Saudi sebagai tuan rumah penyelenggaraan ibadah umroh, tapi juga semua pihak, yakni Pemerintah Indonesia, biro umroh, dan calon jamaah. Kita tidak ingin mencoreng penyelenggaraan ibadah umroh yang memang sudah ditunggu sejak lama untuk dibuka. Keberhasilan pelaksanaan ibadah haji merupakan bukti nyata bahwa ibadah haji dapat dilaksanakan secara aman dengan menerapkan protokol kesehatan ketat.

Saat pelaksanaan ibadah haji, Pemerintah Arab Saudi juga tidak segan merogoh kocek untuk membiayai penyelenggaran haji di masa pandemi Covid-19. Berkat komitmen menjaga protokol kesehatan, Arab Saudi menempati peringkat keenam di antara tujuan wisata teraman selama pandemi Covid-19 versi Wego Travel Blog. Kerajaan Saudi merupakan satu-satunya negara Timur Tengah yang masuk dalam daftar tersebut.

Hal ini seharusnya juga menjadi contoh bagi Pemerintah Indonesia untuk mau mensubsidi biaya yang ditimbulkan dari penerapan protokol kesehatan dan tidak membebankan semuanya ke jamaah umroh. Bila protokol kesehatan berjalan sebagaimana mestinya akan menciptakan rasa aman bagi calon jamaah umroh yang pada akhirnya memulihkan ekosistem biro perjalanan dan maskapai umroh. Sebab keduanya merupakan sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 bahkan hingga banyak karyawannya yang dirumahkan dan tidak digaji.    

Negara yang selama ini menikmati keuntungan dari ekosistem perjalanan haji dan umroh tentunya juga harus hadir di saat umat tengah menghadapi kesulitan seperti ini. Di tengah ketidakmenentuan penanggulangan Covid-19 di Tanah Air, semoga komitmen menjaga protokol kesehatan pelaksanaan umroh bisa menjadi ikhtiar kecil contoh sukses mitigasi Covid-19 bagi sektor lain.

  

*) Penulis adalah Jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement