Kamis 03 Dec 2020 09:36 WIB

Rencana Biden tentang Kesepakatan Dagang Fase 1 dengan China

Biden akan mengejar kebijakan yang menargetkan 'praktik penyalahgunaan' China.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak akan segera membuat keputusan mengenai perdagangan dengan China. Baik itu membatalkan perjanjian perdagangan yang dibuat oleh Presiden Donald Trump dengan China ataupun mengambil langkah-langkah untuk menghapus tarif ekspor China.
Foto: AP/Andrew Harnik
Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak akan segera membuat keputusan mengenai perdagangan dengan China. Baik itu membatalkan perjanjian perdagangan yang dibuat oleh Presiden Donald Trump dengan China ataupun mengambil langkah-langkah untuk menghapus tarif ekspor China.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden tidak akan segera membuat keputusan mengenai perdagangan dengan China. Baik itu membatalkan perjanjian perdagangan yang dibuat oleh Presiden Donald Trump dengan China ataupun mengambil langkah-langkah untuk menghapus tarif ekspor China.

Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Rabu (2/12), Biden memaparkan langkah pemerintahan baru mengenai kebijakan luar negeri. Ia menyebutkan, prioritas utamanya adalah mendapatkan paket stimulus melalui Kongres, bahkan sebelum ia resmi mengambil alih kekuasaan.

Pada pekan ini, Reuters melaporkan, Trump sedang mengincar lebih banyak langkah untuk memasukkan Biden ke posisi garis keras di Beijing. Hal ini didukung oleh sentimen anti-China di Kongres yang kerap membuat pasar keuangan ketakutan dalam empat tahun terakhir.

"Saya tidak akan melakukan tindakan langsung dan hal yang sama berlaku untuk tarif (dengan China). Saya tidak akan mengurangi pilihan saya," tutur Biden, seperti dilansir di Reuters, Kamis (3/12).

Biden menyebutkan, ia akan mengejar kebijakan yang menargetkan 'praktik penyalahgunaan' China. Misalnya, mencuri kekayaan intelektual, dumping (mengekspor produk dengan harga yang lebih rendah di pasar impor luar negeri), subsidi ilegal kepada perusahaan dan memaksa transfer teknologi dari perusahaan AS ke mitra China.

Tapi, Biden juga menekankan perlunya mengembangkan konsensus bipartisan di dalam negeri. Selain itu, memfokuskan upaya pemerintah pada investasi dalam penelitian dan pengembangan, infrastruktur dan pendidikan yang akan memungkinkan perusahaan untuk bersaing lebih baik dengan saingan China.

"Saya ingin memastikan, kita akan berjuang mati-matian dengan berinvestasi di Amerika dulu," kata Biden.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying menanggapi komentar Biden dengan menegaskan kembali posisi lama kedua negara. Perdagangan antara China dengan AS tentu harus saling menguntungkan.

"Masalah perdagangan harus ditangani dengan semangat saling menghormati dan konsultasi yang setara," ujarnya dalam jumpa pers, Rabu.

Dalam perjanjian Fase 1 yang ditandatangani tahun ini, China setuju untuk meningkatkan pembelian produk dan layanan Amerika setidaknya 200 miliar dolar AS pada 2020 dan 2021. Kesepakatan itu juga memberlakukan tarif 25 persen terhadap berbagai barang industri dan komponen asal China senilai 250 miliar dolar AS yang digunakan oleh produsen AS dan tarif pembalasan China atas lebih dari 100 miliar dolar AS barang AS.

Biden juga menyampaikan pandangan tentang Iran. Ia menyebutkan, pemerintahannya akan mencabut sanksi apabila Teheran kembali ke kepatuhan ketat dengan kesepakatan nuklir.

Pada bulan lalu, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, negaranya akan menerapkan kesepakatan nuklir 2015 apabila Biden mencabut sanksi. Ia menambahkan, hal itu dapat diimplementasikan secara cepat dengan tiga perintah eksekutif.

"Dalam konsultasi dengan sekutu dan mitra kami, kami akan terlibat dalam negosiasi dan perjanjian lanjutan untuk memperketat dan memperpanjang kendala nuklir Iran serta mengatasi program rudal," kata Biden.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement