REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui masih banyak pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang perlu dibereskan. Salah satu tantangan terberat, ujarnya, adalah adalah lonjakan jumlah pengangguran akibat pandemi Covid-19. Tantangan ini ditambah dengan besarnya jumlah angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja.
"Kita harus bergerak cepat karena masih banyak PR yang belum kita selesaikan. Kita dihadapkan pada besarnya jumlah pengangguran akibat PHK di masa pandemi, kita menghadapi besarnya angkatan kerja yang memerlukan lapangan pekerjaan," kata Jokowi dalam sambutannya di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Kamis (3/12).
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), ada 29,12 juta penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang terdampak pandemi Coid-19. Angka tersebut setara dengan 14,28 persen total penduduk usia kerja per Agustus 2020 yang mencapai 203,97 juta orang.
Dari nyaris 30 juta angkatan kerja yang terdampak pandemi, 2,56 juta orang di antaranya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terpaksa menganggur. Sementara 760 ribu orang lainnya masuk dalam kategori Bukan Angkatan Kerja (BAK) akibat pandemi.
Merespons situasi tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah telah melakukan reformasi struktural termasuk dengan memangkas regulasi dan birokrasi yang berbelit. Menurutnya, kondisi ini menjadi dasar bagi pemerintah menyusun Undang-Undang (UU) Cipta Kerja bersama parlemen. Beleid sapu jagat ini diyakini mampu memperderas arus investasi dan menambah lapangan kerja.
"Menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif berdaya saing, agar UMKM lebih berkembang, dan industri padat tenaga kerja tumbuh dengan pesat. Perizinan dipermudah, izin usaha UMKM cukup dengan pendaftaran saja dan banyak kemudahan lainnya," kata Jokowi.
Presiden juga mengingatkan seluruh kementerian dan lembaga, termasuk Bank Indonesia, untuk ikut bergerak cepat dan mengesampingkan ego-sentris lembaga.
"Jangan membangun tembok tinggi berlindung di balik otoritas masing-masing," katanya.