REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang setara Rp 4 miliar usai melakukan penggeledahan rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Penggeledahan dilakukan terkait perkara suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya.
"Ditemukan sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing dengan total senilai sekitar Rp 4 miliar," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (3/12).
Dalam penggeledahan itu, KPK juga mengamankan sejumlah dokumen, barang bukti elektronik dan delapan unit sepeda. Ali mengatakan, pembelian sepeda tersebut diduga berasal dari penerimaan uang suap.
Dia menjelaskan, tim penyidik akan menganalisa seluruh barang dan dokumen serta uang yang ditemukan dalam proses penggeledahan tersebut. Dia mengatakan, barang-barang tersebut selanjutnya segera dilakukan penyitaan untuk menjadi barang bukti dalam perkara ini.
Penggeledahan kediaman politikus Gerindra itu dilakukan pada Rabu (2/12) lalu. Tim penyidik lembaga antirasuah itu memeriksa rumah jabatan Menteri KKP di Jalan Widya Chandra V, Jakarta Selatan.
Ali mengatakan, KPK akan melibatkan pihak lain termasuk perbankan maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal tersebut dilakukan guna menelusuri dugaan aliran dana dalam perkara suap tersebut.
"Terkait aliran dana dugaan suap, kami memastikan akan menelusuri dan mengembangkan lebih lanjut dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti berdasarkan keterangan para saksi yang akan dipanggil KPK," katanya.
KPK telah menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. KPK mengamankan Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) sebagai penyuap.
KPK juga menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo (EP), Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF), Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.