REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mendorong perlunya melakukan tinjauan kembali upaya pencegahan perkawinan anak setelah undang-undang nomor 16 tahun 2019. Dorongan itu menyusul lonjakan dispensasi kawin.
Dia mengutarakan itu saat menghadiri Rapat Koordinasi Hasil Pengawasan KPAI Terkait Implementasi Dispensasi Kawin Usia Anak Pasca Penetapan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 pada Rabu (2/12). “Data-data tentang dispensasi kawin yang melonjak mendorong kita untuk melakukan review terhadap peraturan turunan dari perubahan regulasi tentang batas perkawinan anak," kata dalam keterangan tertulisnya kepada Republika, Kamis (3/12).
Menurut Diah, dispensasi kawin menjadi celah bagi perkawinan anak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), ada 23.909 anak laki-laki dan 32.078 anak perempuan dimohonkan dispensasi kawin di Pengadilan Agama.
Angka itu meningkat drastis dari data tahun 2018 sebelum perubahan batas usia perkawinan ditetapkan menjadi 19 tahun pada bulan Oktober 2019. "Data tersebut menunjukkan bahwa diperlukan komitmen politik dan sosial dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat agar memiliki semangat yang sama dengan UU No. 16/2019 mengenai batas usia perkawinan anak,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menilai perlunya pengawasan dan evaluasi peraturan turunan dari UU 16 tahun 2019. Salah satu peraturan yang perlu ditinjau pelaksanaannya adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
“Kita perlu lihat seberapa besar kesiapan pengadilan agama dalam mengadili permohonan dispensasi kawin. Sebab kalau dari peraturan yang ada, hakim yang memutus perkara dispensasi kawin ini harus mengedepankan asas kepentingan terbaik untuk anak," kata anggota Fraksi PDI-P tersebut.
Kedepannya, ia akan mengusulkan agar DPR melalui Komisi VIII mengagendakan pengawasan terkait upaya pencegahan perkawinan anak pasca penetapan UU Nomor 16 tahun 2019.