REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggali keterangan dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP). Pemeriksaan dilakukan berkenaan dengan perkara suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
"EP diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJT (Suharjito)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (3/12).
Lembaga antirasuah itu juga memanggil Amiril Mukminin (AM). Ali mengatakan, keterangan AM akan digunakan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Edhy Prabowo.
Artinya, para tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster tersebut diperiksa secara silang. Kendati demikian, belum diketahui lebih jauh terkait keterangan yang akan digali oleh penyidik KPK dari para tersangka itu.
KPK sebelumnya juga memanggil lima orang saksi untuk memberikan keterangan bagi tersangka Edhy Prabowo. Kelima saksi yang diperiksa itu adalah Manajer Kapal PT Duta Putra Perkasa (DPP) Agus Kurniawanto, Manajer PT DPP Ardi Wijaya, Direktur Keuangan PT DPP M Zainul Fatih, Direktur Utama PT Aero Citra Kargo (ACK) Amri, Komisaris PT ACK Achmad Bachtiar. Keterangan mereka akan digunakan sebagai bukti oleh penyidik.
KPK telah menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. KPK mengamankan Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) sebagai penyuap.
KPK juga menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo (EP), Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF), Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.