REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lonjakan angka kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir berimbas pada keterisian tempat tidur (BOR/bed occupancy ratio) di rumah sakit rujukan Covid-19. Per pekan pertama Desember 2020, angka keterisian tempat tidur untuk ruang isolasi dan ICU pasien Covid-19 mencapai 57,97 persen.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, provinsi dengan angka keterisian tempat tidur tertinggi adalah Jawa Barat dengan 77 persen. Sedangkan yang terendah adalah Maluku Utara dengan 10 persen.
Merespons kondisi ini, ujar Wiku, pemerintah sudah menyusun skenario tindakan apabila angka BOR semakin tinggi nantinya. Prinsipnya, ujar Wiku, seluruh masyarakat harus tetap bisa mengakses fasilitas kesehatan, baik pasien Covid-19 atau bukan.
"Kemenkes telah membuat rekyasan pelayanan kesehatan sesuai dengan besar lonjakan kebutuhan bed yang tinggi," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (3/12).
Skenario yang disiapkan terdiri dari tiga kondisi keparahan. Pertama, apabila terjadi kenaikan angka kasus sebesar 20-50 persen, maka rumah sakit rujukan tidak perlu menambah daya tampung pasien. Wiku menyebut, kenaikan dalam rentang tersebut masih bisa ditampung rumah sakit rujukan dengan kapasitas saat ini.
Skenario kedua, apabila terjadi kenaikan angka kasus Covid-19 sebanyak 50-100 persen. Dalam kondisi ini, maka fasilitas kesehatan perlu menambah ruang perawatan bagi pasien Covid-19. Caranya, mengubah ruang perawatan pasien umum menjadi ruang perawatan pasien Covid-19.
"Bisa di dalam gedung, lantai, atau blok yang ada. Sehingga bisa menambah kapasitas ruang rawat inap covid," katanya.
Skenario ketiga, apabila kenaikan kasus yang terjadi lebih 100 persen atau lebih dari dua kali lipat. Pada kondisi ini, maka fasilitas kesehatan harus mendirikan ruang perawatan darurat berupa tenda atau berupa RS darurat yang pendiriannya dibantu BNPB dan TNI. Lokasi RS darurat bisa di luar rumah sakit.