REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Indeks harga makanan di dunia mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir, khususnya setelah angka itu naik berturut-turut dalam enam bulan terakhir sampai November 2020, kata Organisasi Pangan Dunia (FAO), Kamis (3/12).
FAO menerbitkan secara berkala indeks harga pangan dunia, yang menghitung rata-rata perubahan harga untuk sekeranjang gandum, minyak, susu dan produk turunannya, daging dan gula. Indeks harga pangan dunia bulan lalu mencapai angka 105, sedikit lebih tinggi dari nilai pada Oktober 2020 yang direvisi menjadi 101. Indeks harga pangan pada Oktober sebelumnya tercatat pada angka 100,9.
FAO, yang bermarkas di Roma, Italia, melalui pernyataan tertulisnya memprediksi produksi gandum akan tetap sesuai target dan akan mencapai jumlah tertingginya pada tahun ini. Walaupun demikian, FAO telah merevisi target produksi gandum dunia sebanyak tiga kali dalam satu bulan yang sama.
Harga minyak sayur mempengaruhi kenaikan indeks harga pangan. Komoditas itu naik 14,5 persen (bulan per bulan) akibat gejolak harga minyak sawit dan turunnya persediaan sawit dunia.
Sementara itu, harga gandum naik 2,5 persen pada November dan beberapa komoditas turunannya naik 19,9 persen dari nilai rata-rata pada tahun lalu. Harga ekspor gandum melonjak tinggi akibat "berkurangnya target produksi" di Argentina. Namun, sebagian harga jagung naik karena target produksi yang lebih rendah di Amerika Serikat dan Ukraina.
Harga beras cenderung stabil.
Rata-rata harga gula naik 3,3 persen sejak Oktober 2020 di tengah kekhawatiran adanya kelangkaan akibat ancaman gagal panen karena cuaca buruk, yang diprediksi dialami oleh negara-negara anggota Uni Eropa, Rusia, dan Thailand.
Indeks harga susu juga naik 0,9 persen sampai mencapai angka tertinggi dalam 18 bulan terakhir. Kenaikan itu di antaranya dipengaruhi oleh harga mentega dan keju.
Harga daging juga naik 0,9 persen dan catatan itu mengakhiri turunnya harga daging dalam waktu sembilan bulan berturut-turut. Namun untuk tahun ini, rata-rata harga daging masing turun 13,7 persen.
FAO merevisi target produksi sereal untuk tiga bulan berturut-turut pada tahun ini. Badan pangan dunia itu memangkas target produksi sereal dari 2,75 miliar ton jadi 2,742 miliar ton. Namun, jumlah itu tetap 1,3 persen lebih tinggi daripada nilai tahun lalu.
"Ke depan, proses tanam gandum untuk musim dingin 2021 di belahan utara Bumi tengah berlangsung dan beberapa produksi di beberapa negara penghasil gandum juga akan naik karena didorong harga yang menguntungkan, meskipun kemarau dapat membatasi ekspansi lahan dan mengurangi hasil panen," terang FAO.
Penyerapan gandum dunia pada 2020/2021 diprediksi mencapai 2,744 miliar ton --sedikit berubah dari perkiraan sebelumnya dan naik 1,9 persen jika dibandingkan dengan nilai pada 2019/2020.
Persediaan gandum dunia pada akhir musim dingin 2021 diprediksi mencapai 866,4 juta ton --turun 9,6 juta ton dari perkiraan sebelumnya yang diumumkan pada November.
"Rasio persediaan terhadap penggunaan untuk komoditas gandum dunia akan turun dari 31,8 persen pada 2019/2020 jadi 30,7 pada 2020/2021, nilai itu jadi yang terendah dalam lima tahun terakhir, tetapi masih relatif aman," tambah FAO.