Jumat 04 Dec 2020 01:49 WIB

Eks Kepala Bais: Deklarasi Benny Wenda tak Masuk Akal

Perjuangan ULMWP cari dukungan internasional, ada di London, New York, dan Australia.

Aktivis Papua Merdeka mengecat wajah berpartisipasi dalam protes memperingati hari ulang tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka di Jakarta, Selasa (1/12).
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Aktivis Papua Merdeka mengecat wajah berpartisipasi dalam protes memperingati hari ulang tahun (HUT) Organisasi Papua Merdeka di Jakarta, Selasa (1/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda mendeklarasikan pemerintahan sementara Papua Barat dari London, Inggris pada Selasa (1/12). Pakar resolusi konflik Universitas Parahyangan (Unpar), I Nyoman Sudira, mempertanyakan kontribusi tokoh separatis Papua tersebut terhadap masyarakat di wilayah paling timur RI.

Dalam webinar bertajuk 'Pendekatan Kemanusiaan dan Keamanan Bagi Papua' yang diadakan Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP) di Jakarta, Kamis (3/12), Nyoman menganggap, selama ini kontribusi Benny bagi pembangunan dan kemajuan Papua tak terlihat. Dia juga mempertanyakan rekam jejak Benny di Papua.

"Gini saja, selama ini apa sih catatan yang sudah dilakukan Benny Wenda terhadap Papua yang merasa dia wakili? Di dalam teori resolusi konflik seorang mungkin bisa menjadi first maker. Kalah kelompok ini masih jauh. Masih banyak tahapan yang harus ditempuh," kata Nyoman.

Dia menyebut, ada banyak kelompok separatis di Papua, termasuk dengan ULMWP. Nyoman menuturkan, jalur perjuangan ULMWP bukan lokal atau nasional, melainkan jalur internasional. Menurut Nyoman, perjuangan kelompok ULMWP adalah mencari dukungan internasional.

"Bicara mengenai Benny Wenda, kita bicara ULMWP. Jangan salah, tokoh ULMWP itu ada empat bisa disebut tiga tokoh besarnya. Ada Benny Wenda di London, Octavianus Mote di New York, ada Rex Rumakiek yang di Austalia," sebutnya.

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Laksda (Purn) Soleman B Ponto, menyebut, deklarasi yang dilakukan Benny hanya untuk kepentingan kelompoknya saja. Hal itu terlihat dari banyaknya kelompok separatis di Papua yang menentang deklarasi Benny yang sudah berstatus warga Inggris tersebut.

"Saya lihat bahwa ada kelompok-kelompok yang menolak deklarasi Benny Wenda. Berarti mereka merasa tidak diwakili. Dari situ kita bisa nyatakan bahwa itu hanya kepentingan golongan saja, tidak untuk kepentingan semua," kata Soleman.

Dia pun tergelitik dengan Benny sebagai warga Inggris, sangat tidak bisa mengeklaim mewakili aspirasi masyarakat Papua. Karena itu, deklarasi yang dilakukan Benny jelas tidak masuk akal.

"Untuk negara yang mendukung, dalam resolusi PBB melarang negara manapun untuk mendukung suatu gerakan yang dapat memisahkan diri dari negara yang sudah punya pemerintahan. Jadi tidak mungkin ada suatu negara yang mendukung kelompok-kelompok dari suatu negara yang sudah berpemerintahan," kata Soleman.

Manager Departemen Politik dan Pemerintahan PSKP, Eveline Cabuy, mengatakan, pemerintah RI perlu meningkatkan pendidikan di wilayah pedalaman. Pemerintah, kata dia, juga wajib memberikan kepercayaan kepada anak-anak Papua dalam mengekspos kreativitasnya. Tidak lupa, Eveline berpesan agar pemerintah memperhatikan permasalahan HAM yang ada di Papua.

"Di mana juga banyak masyarakat Papua yang masih belum merasa aman berada di tanah airnya sendiri. Salah satanya rasa aman. Kemanusiaan yang adil dan beradab ini belum terasa di Papua. Rasa aman ini bukan hanya tentang kemanan suatu daerah tetapi juga rasa keamanan bagi setiap individu di Papua," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement