Jumat 04 Dec 2020 05:09 WIB

KPK Harap MA Konsisten Memutus Perkara Korupsi

MA menetapkan aturan menyusul disparitas penjatuhan hukuman untuk pidana korupsi. 

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Mahkamah Agung (MA) konsisten dalam memutus kasus korupsi. Sebab, hampir semua perkara tindak pidana korupsi berlanjut ke upaya hukum banding dan kasasi, bahkan sampai peninjauan kembali.

"Dalam kaitannya dengan soal konsistensi ini, kami berharap sebenarnya bahwa ada sikap konsisten nanti pada tingkat Mahkamah Agung. Jadi harapannya konsistensi itu justru itu yang harus dipegang di tingkat Mahkamah Agung," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam sosialisasi publik Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 secara daring di Jakarta, Kamis (3/12)

Baca Juga

Hal itu disampaikan terkait tujuan Mahkamah Agung mengeluarkan Perma Nomor 1 Tahun 2020 untuk memastikan hakim yang melalui tahapan sama konsisten dalam menentukan berat ringannya pidana. Perma tersebut dibuat lantaran sebelumnya terdapat disparitas penjatuhan hukuman untuk tidak pidana korupsi. 

Peraturan itu ditetapkan dengan pertimbangan penjatuhan pidana harus memberikan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan serta menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa. KPK sebelumnya membeberkan daftar 20 koruptor yang menerima pengurangan hukuman dari Mahkamah Agung melalui putusan peninjauan kembali sepanjang 2019-2020.

Sementara berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2007 sampai 2018, setidaknya 101 terpidana koruptor dibebaskan Mahkamah Agung. Sementara perkara yang ditangani KPK sepanjang 2017-2020 terdapat 20 terpidana yang dikabulkan PK-nya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement