REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dituntut 2,5 tahun penjara. Prasetijo dinilaidinilai terbukti melakukan pemalsuan surat, membiarkan terpidana melarikan diri dan menghalang-halangi penyidikan.
"Kami jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman pidana terhadap Prasetijo Utomo dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum di pengadilan negeri Jakarta Timur, Jumat (4/12).
Prasetijo dinilai terbukti melakukan beberapa perbuatan. Jaksa menilai Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana menyuruh melakukan pemalsuan surat secara berlanjut, membiarkan orang yang dirampas kemerdekaannya melarikan diri dan bersama-bersama melakukan tindak pidana menghalangi-halangi penyidikan dan menghancurkan barang bukti yang digunakan dalam penyidikan.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan 263 ayat (1) KUHP dan pasal 426 KUHP dan pasal pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Hal memberatkan, terdakwa berbelit-belit dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan sehingga mempersulit jalannya persidangan, terdakwa sebagai pejabat negara atau penegak hukum telah melanggar kewajiban jabatannya atau melakukan tindak pidana menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya karena jabatannya. Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum," ungkap jaksa.
Dalam perkara ini, Prasetijo didakwa bersama-sama dengan terpidana perkara pengalihan cessie Bank Bali yang jadi buron sejak 2009, Djoko Tjandra, dan penasihat hukumnya Anita Kolopaking Dalam dakwaan disebutkan Prasetijo memerintahkan Kompol Dody Jaya selaku Kaur TU Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri membuat surat jalan palsu Djoko Tjandra dengan mencantumkan keperluan diganti menjadi monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya.
Padahal, Djoko Tjandra adalah terpidana kasus cessie Bank Bali berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 yang dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan. Namun, ia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.
Penjemputan dilakukan dari Pontianak ke Jakarta pada 6 dan 8 Juni 2020. Prasetijo lalu mengatakan kepada anak buahnya Jhoni Andijanto ikut menjemput Djoko Tjandra. Prasetijo lalu mengatakan kepada Jhoni "Jhon..surat-surat kemarin disimpan di mana? Dan dijawab 'ada sama saya jenderal..' lalu Prasetijo mengatakan 'bakar semua!"
Jhony lalu mengambil surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19 dan surat rekomendasi kesehatan atas nama Prasetijo Utomo, Anita Dewi Kolopaking dan Djoko Tjandra yang disimpannya kemudian membakar surat-surat tersebut. Setelah selesai membakar, Jhony mendokumentasikannya dan melaporkan langsung kepada Prasetijo.
Setelah melihat foto yang tersimpan di ponsel Jhony Andrijanto, Prasetijo mengatakan 'HP jangan digunakan lagi' sejak saat itu ponsel Samsung A70 warna putih maupun simcardnya sudah tidak digunakan lagi dan disimpan di mobil.