REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Menteri Luar Negeri Inggris untuk Timur Tengah James Cleverly menyoroti krisis yang dihadapi Lebanon. Cleverly menyebut negara tersebut berada di ambang ketidakmampuan untuk menghidupi dirinya sendiri.
"Bahaya yang paling mendesak adalah risiko terhadap keamanan pangan: Lebanon di ambang ketidakmampuan untuk memberi makan dirinya sendiri," kata Cleverly, yang bertemu dengan pejabat Lebanon di Beirut pada Kamis (3/12), dalam sebuah pernyataan.
Ledakan besar yang mengguncang Beirut pada Agustus lalu memberi dampak signifikan terhadap Lebanon. “Empat bulan setelah ledakan, Lebanon terancam tsunami yang sunyi. Para pemimpin Lebanon harus bertindak," ujar Cleverly.
Dalam beberapa bulan terakhir, foto-foto yang memperlihatkan warga Lebanon menggumuli tempat sampah untuk mendapatkan makanan telah beredar luas di jejaring sosial selama beberapa bulan terakhir. Tak sedikit pula warga yang menjual barang-barang mereka untuk mendapatkan uang dan membeli makanan.
Sejak tahun lalu, Lebanon menghadapi krisis ekonomi yang cukup parah. Nilai mata uang mereka merosot tajam. Banyak pekerjaan hilang sebagai akibatnya. Meski menghadapi kondisi demikian, Lebanon masih cukup banyak melakukan impor, termasuk gandum untuk sebagian besar konsumsi domestiknya.
Ledakan Beirut dan pandemi Covid-19 kian memperburuk keadaan di sana. Bank sentral dan pemerintah Lebanon telah saling menyalahkan atas krisis tersebut.
Gubernur Bank Sentral Lebanon Riad Salameh mengatakan pihaknya hanya dapat mempertahankan subsidi dasar selama dua bulan lagi. Dia menyebut negara harus segera membuat rencana.
Perdana Menteri Sementara Lebanon Hassan Diab mengatakan mencabut subsidi untuk barang-barang vital tanpa membantu orang miskin dapat menyebabkan "ledakan sosial". "Saya mengulangi seruan saya kepada para pemimpin Lebanon untuk melakukan apa yang dibutuhkan dan mewujudkan reformasi. Alternatifnya akan mengerikan," ujarnya.