REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS --- Organisasi wanita Tunisia meluncurkan sebuah aplikasi yang dapat membantu melindungi para wanita dari pelecehan seksual. Penggunaan ini bersamaan dengan ramainya tagar Metoo yakni sebuah gerakan di seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara untuk memerangi kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan.
Dilansir The New Arab pada Sabtu (5/12), lembaga riset dan pelatihan The Center for Arab Women (CEWTAR) mengatakan aplikasi itu bertujuan memberikan rasa aman dan melindungi perempuan dari kekerasan, pencurian dan pelecehan di ruang publik.
Aplikasi itu bernama SafeNess. Ini memungkinkan seorang wanita dapat memilih hingga lima orang terpercaya yang bisa mengikuti perjalanannya hingga tiba di tempat tujuan dengan selamat.
Aplikasi ini menggunakan fungsi SOS, bila ditekan maka aplikasi akan memberi tanda teman terpercaya atau anggota keluarga dari pengguna aplikasi. Mereka dapat berbicara langsung dengan pengguna atau bahkan bisa langsung menelepon polisi jika perlu. Saat ini aplikasi SafeNess dapat diunduh warga Tunisia melalui Apple atau Google Play Store.
Aktivis Mesir dan organisasi hak-hak perempuan telah lama bersuara menentang kekerasan seksual, pelecehan dan kekerasan berbasis gender. Perjuangan melawan pelecehan dan kekerasan seksual muncul lagi pertengahan tahun ini setelah seorang siswi berusia 22 tahun yakni Nadeen Ashraf dalam akun media sosialnya mengungkapkan bahwa dirinya mendapat pelecehan seksual dan penyerangan oleh seorang siswa bernama Ahmed Bassem Zaki.
Akun tersebut kemudian mengungkap apa yang disebut Kejahatan Fairmont yaitu dugaan pemerkosaan berkelompok yang terjadi di Fairmont Nile City Hotel di Kairo pada tahun 2014. Akun media sosial serupa memungkinkan wanita lain untuk secara aman dan anonim berbagi akun dugaan pelecehan dan pelecehan seksual oleh tokoh terkemuka.
Kematian Mariam Mohamed Oktober lalu juga menyoroti isu pelecehan seksual yang marak. Mohamed sedang berjalan pulang ketika tiga pria dengan mikrolet meraih tas tangannya dalam upaya perampokan, para pelaku telah melecehkannya secara seksual atau verbal.
Serangan itu menyebabkan dia kehilangan keseimbangan dan terseret di bawah mobil yang bergerak. Kejadian itu akhirnya menyebabkan dia membentur mobil yang diparkir yang melukai dirinya.
Sementara warga Maroko punya gerakan sendiri dengan istilah Masaktach artinya saya tidak akan diam. Gerakan ini dipimpin oleh wanita Maroko, kelompok tersebut meluncurkan seruan untuk kesaksian korban pada Februari tahun ini.
"Mengecam para penyerang yang bertindak dengan impunitas, terhibur oleh kebisuan Anda." Kesaksian gerakan tersebut diunggah secara publik di halaman Facebook dan Twitter mereka, menggunakan inisial korban untuk menjaga anonimitas mereka.