REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan menteri Kabinet Indonesia Maju sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, lembaganya berkomitmen menjalankan amanah dengan memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
Hal tersebut merupakan wujud dari UU Nomor 30 Tahun 2002 yakni memberantas korupsi yang telah menjauhkan pembangunan dari cita-cita bangsa, yakni adil dan makmur. "Karena itu KPK berkomitmen untuk amanah terhadap tugas tersebut untuk memberantas korupsi, di hadapan hukum setiap warga adalah sama baik itu bupati, wali kota atau pun menteri adalah setiap orang sebagai subyek hukum," kata Ghufron saat dikonfirmasi, Ahad (6/12).
Teranyar, Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pencairan bantuan sosial (bansos) Covid-19 KPK, Ahad (6/12) dini hari tadi. Sepuluh hari sebelumnya yakni pada Rabu (25/11), KPK menangkap dan menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo serta sejumlah pihak lain sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benur.
KPK berharap jeratan hukum terhadap Edhy Prabowo dan Juliari menjadi peringatan terakhir bagi setiap penyelenggara, termasuk kepala daerah dan menteri untuk tidak melakukan korupsi. KPK tak segan akan terus menjerat para penyelenggara yang masih membandel.
"Kami berharap ini adalah yang terakhir. Jangan ada lagi yang masih melakukan korupsi karena KPK akan menegakkan hukum secara tegas," tegas Ghufron.
Selain dua menteri, dalam rentang 10 hari tersebut, lembaga antirasuah juga menangkap dan menetapkan Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan seorang swasta sebagai tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan rumah sakit. Selain itu, Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo dan lima orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek.