REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencinta Alam Penelusur Belantara Tapak Tiara menggandeng Star Energy Geothermal Wayang Windu Limited (SEGWWL) merestorasi situ di Pangalengan, Jawa Barat. Tapak Tiara merupakan kelompok anak-anak muda pecinta alam yang tergerak untuk kembali melestarikan lahan-lahan kritis di Jawa Barat terutama di kawasan Pangalengan.
"Berangkat dari keprihatinan kondisi situ di kawasan konservasi yang airnya mengering maka kami menggandeng Star Energy untuk merestorasi kawasan konservasi di wilayah operasi perusahaan," ujar Ketua Garis Besar Program Kegiatan Pencinta Alam Penelusur Belantara Tapak Tiara, Dedi Ruhiyat, saat dihubungi, Ahad (6/12).
Program yang dinamakan Citra Bakti Lestari ini berhasil melestarikan kembali kawasan Leuweung Citere dan Citiis. Bahkan, ujar Dedi, kini situ-situ yang berada di kawasan itu sudah kembali tergenang air.
Dedi mengatakan saat pertama kali masuk ke Leuweung Citere pada September 2017 kondisi di lapangan tidak bisa disebut hutan. Meskipun masyarakat setempat menamakannya sebagai leuweung yang dalam bahasa Sunda berarti hutan. Namun yang terlihat hanyalah hamparan padang rumput yang saat kemarau terlihat gersang.
Bahkan di dalam Leuweung Citere itu terdapat situ (danau) yang kondisi airnya sudah mengering. Padahal kawasan itu merupakan salah satu sumber air bagi masyarakat Jawa Barat dengan adanya PDAM Tirta Raharja di kawasan tersebut.
Butuh waktu tiga tahun bagi Dedi dan rekan-rekannya untuk merestorasi area konservasi seluas 1,4 hektare yang berlokasi di lahan milik PTPN VIII Kertamanah sehingga akhirnya situ kembali digenangi air. Mereka juga mengajak masyarakat Desa Margamukti dan komunitas sekitar seperti Karang Taruna, Pramuka, siswa sekolah melakukan penanaman bibit pohon sekaligus memelihara lingkungan di sekitar kawasan. "Saat ini sudah ada 28 komunitas yang terlibat untuk memelihara lingkungan di Citere," ujar Dedi.
Sampai saat ini, Dedi melanjutkan, di Leuweung Citere telah ditanami 1.240 pohon dengan tinggi rata-rata 2 meter. Upaya tersebut membuahkan hasil, sebanyak 19 mata air yang selama ini kering kembali mengeluarkan air sehingga situ tersebut kini penuh dengan air.
"Kira-kira separuh dari luas lahan yang kita kelola (1,4 hektare) sudah terisi kembali, padahal awalnya saat kemarau situ tersebut tidak ada airnya," kata Dedi.
Kerja keras restorasi ini dinilai sukses sehingga program Citra Bakti Lestari diperluas. Restorasi lalu melebar ke kawasan konservasi Citiis yang berlokasi di petak 72 Perhutani yang masih berlokasi di selatan Bandung.
"Sama halnya di Leuweu Citere, di Citiis juga terdapat situ yang sudah mengering. Namun berkat program restorasi secara berkesinambungan saat ini sudah empat mata air yang kembali mengeluarkan air," ujar Dedi.
Mengingat programnya masih baru kapasitas airnya masih kecil hanya 4 liter per detik. Berbeda dengan di Citere yang saat ini menghasilkan 50 liter per detik, sedangkan saat kemarau sebanyak 30 liter per detik.
Dedi mengatakan bersama rekan-rekannya sesama komunitas secara terus menerus melakukan edukasi kepada masyarakat sekitar dengan tujuan agar sama-sama memelihara kawasan konservasi tersebut. Dia berharap pada 2021 kawasan itu sudah benar-benar menjadi hutan. Program restorasi yang telah dijalankannya itu telah menghabiskan anggaran Rp 500 juta.
Terkait program Citra Bakti Lestari ini, Head of Department Star Energy Geothermal (SEGWWL) Nungki N Hendradjati mengatakan perusahaan berkomitmen untuk selalu mematuhi peraturan dan perundangan yang berlaku, terutama di bidang lingkungan. Terlebih perusahaan merupakan anak usaha Barito Pacific yang bergerak di bidang pemanfaatan potensi energi panas bumi.
Tugas perusahaan, ujar Nungki, selain mengembangkan energi dan ekonomi ramah lingkungan di Indonesia juga ikut memelihara dan menjaga kelestarian lingkungan. "Hal itu juga yang kemudian mendorong perusahaan bekerja sama dengan kelompok pecinta alam Tapak Tiara melakukan kegiatan konservasi air di kawasan Pengalengan," ujarnya.
Selain bekerja sama dengan organisasi pelestarian lingkungan, SEGWWL sebagai pemilik dan pengelola PLTP Wayang Windu dengan kapasitas listrik saat ini 227 MW, secara konsisten melakukan pengelolaan lingkungan. Baik di dalam kawasan maupun sekitar wilayah kerja operasi guna menimalisasi potensi dampak dari kegiatan operasional.
Diantara upaya yang dilakukan oleh SEGWWL untuk mengelola lingkungan, contohnya, program efisiensi dan konservasi air, pelestarian keanekaragaman hayati. Program efisiensi dan konservasi air diantaranya menggunakan air laut yang disuling (air kondesat) sebagai substitusi penggunaan air permukaan untuk melarutkan lumpur saat aktivitas pengeboran.
Nungki mengatakan pengelolaan lingkungan di SEGWWL seluruhnya mengacu pada sistem manajemen lingkungan ISO 14001 sejak 2007. Perusahaan juga berkomitmen melindungi lingkungan dan menanggapi perubahan kondisi lingkungan yang seimbang dengan kebutuhan sosial ekonomi melalui sertifikasi ISO 14001:2015.