REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT PLN (Persero) bersama beberapa bank nasional telah melakukan penandatanganan Perjanjian Kredit Investasi dengan total sebesar Rp 12 triliun bertenor 10 tahun dan 5 tahun. Sinergi pendanaan ini dilakukan dalam rangka mendukung pendanaan pembangunan proyek infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia.
Perjanjian Kredit Investasi tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) skema. Yaitu skema sindikasi konvensional sebesar Rp 8,8 triliun, skema sindikasi syariah sebesar Rp 1,2 triliun, dan skema bilateral konvensional sebesar Rp 2 triliun.
Penandatanganan perjanjian dilakukan secara daring oleh Plt EVP Keuangan PLN Teguh Widhi Harsono dengan bank-bank yang bersindikasi.
Untuk skema konvensional, bank yang terlibat yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bak BCA Tbk., PT Bank BTN (Persero) Tbk., PT Bank BNI (Persero) Tbk., dan PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk.
Untuk sindikasi yang menandatangani perjanjian pembiayaan investasi dengan skema syariah antara lain PT Bank Syariah Mandiri dan PT BCA Syariah. Selain sindikasi, PLN juga turut melakukan kerjasama bilateral dengan skema konvensional bersama dengan PT Bank CIMB Niaga Tbk.
Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly menyampaikan, penandatanganan Perjanjian Kredit Investasi ini menjadi salah satu bukti nyata dukungan serta kepercayaan dari perbankan nasional. "Kredit Investasi ini untuk dapat memenuhi rencana investasi PLN yang hingga saat ini masih termuat dalam RUPTL PLN 2019-2028 yang telah ditetapkan oleh Menteri ESDM," kata Sinthya.
Ia menambahkan, melalui RUPTL, terlihat Kementerian ESDM terus mendorong pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Khususnya pengembangan energi terbarukan dengan target penambahan pembangkit energi terbarukan sebesar 16.714 MW. Hal tersebut untuk mencapai target bauran EBT minimum 23 persen pada tahun 2025 dan seterusnya.
Pemerintah terus mendorong penggunaan teknologi pembangkit yang ramah lingkungan, dengan mendorong penerapan teknologi PLTU Clean Coal Technology (CCT). Sementara itu, bauran gas dijaga sebesar minimum 22 persen pada tahun 2025 dan seterusnya, guna mendukung integrasi pembangkit EBT yang bersifat intermittent (Variable Renewable Energy).