Senin 07 Dec 2020 00:02 WIB

Reshuffle Kabinet Bisa Jadi Bentuk Tanggung Jawab Jokowi

Pengamat menilai saat ini momentum Jokowi untuk me-reshuffle kabinetnya.

Presiden Joko Widodo bersiap memimpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo bersiap memimpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Zainur Mashir Ramadhan, Dessy Suciati Saputri

Penetapan status tersangka Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara oleh KPK belum lama setelah ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinilai menjadi momentum bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera melakukan perombakan (reshuffle) kabinet.

Baca Juga

"Jika memang Presiden merasa bertanggung jawab atas kejadian ini, perlu segera lakukan reshuffle dan mengevaluasi kebijakan, terutama soal pendanaan penanganan pandemi," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, kepada Republika, Ahad (6/12).

Dedi mengaku sangat prihatin dengan terjeratnya dua menteri di usia kabinet yang baru setahun. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan kegagalan Jokowi dalam memilih pembantunya.

"Jeratan suap pada Juliari Batubara hanya bagian kecil dari potensi korupsi yang jauh lebih besar, Presiden perlu menekan KPK lebih ekspresif bekerja, masih ada banyak hal yang perlu pengawasan ekstra, semisal program Prakerja dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) Mendikbud yang minim keterbukaan," ujarnya.

Ujang menegaskan, bahwa menempatkan menteri sementara tidak akan efektif, dan hanya akan mengganggu menteri yang ditugaskan, juga tidak bekerja cepat menangani persoalan yang tetap berjalan. Menurutnya, menempatkan menteri ad interim bukanlah solusi, melainkan hanya akan membuat lambat kinerja kementerian.

"Terlebih ini kementerian yang memang diperlukan saat pandemi, Presiden tidak akan kesulitan mencari tokoh baru yang siap bekerja, selama memang Presiden punya komitmen," ungkapnya.

Ia menambahkan, presiden juga harus memastikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tidak menjadi ajang memperkaya diri pihak manapun. "KPK membawa harapan besar dari publik agar negara ini benar-benar bebas dari gerilya koruptor," ujarnya.

Pengamat politik, Adi Prayitno juga mengatakan, tidak ada pilihan lain bagi Presiden Jokowi saat ini selain melakukan reshuffle kabinetnya. Menurutnya, langkah itu penting untuk mengisi kekosongan di dua Kementerian yang berbeda.

"Presiden mesti segera reshuffle menteri yang tersangka KPK," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Ahad (6/12).

Menurut dia, hal itu semakin penting dilakukan saat ini menyoal peran Kemensos yang sentral di tengah pandemi Covid-19. Membahas kasus korupsi di masa pandemi, yang dilakukan dua bawahan Presiden di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Sosial, dirinya merasa miris.

Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro pun mengatakan, Presiden Jokowi perlu mencari pengganti dua menteri yang terkena kasus korupsi sesegera mungkin. Meskipun, dirinya tak menampik jika hal tersebut tidaklah mudah.

"Karena, harus mempertimbangkan calon pengganti yang berkualitas, mumpuni, berintegritas serta memenuhi unsur representasi partai-partai pendukung,’’ ujar dia kepada Republika, Ahad (6/12).

Secara ideal, kata dia, dalam kondisi pandemi ini, full team kabinet dan pemda seharusnya melakukan tugas bersama-sama. Khususnya untuk keluar dari krisis Covid-19.

Hal itu, semakin penting ia sebut ketika Kementerian Sosial memegang peran yang sangat sentral di masa ini. Utamanya, untuk mendorong keberhasilan penanggulangan pandemi dan sebagainya. Tetapi menurutnya, dengan adanya kasus korupsi Bansos Tahun 2020 ini, tidak akan menjadikan Kemensos kurang aktif dalam menjalankan tugasnya.

"(Karena) Kemensos misalnya, perannya sangat besar,’’ kata dia.

Presiden Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy untuk menggantikan posisi Juliari Batubara sebagai Menteri Sosial. KPK telah menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka atas dugaan kasus suap dari pengadaan bansos Covid-19.

“Untuk sementara nanti saya akan menunjuk Menko PMK untuk nanti menjalankan tugas Mensos,” ujar Jokowi dalam pernyataannya, Ahad (6/12).

Jokowi kemarin, kembali mengingatkan kepada seluruh pejabat negara baik itu menteri, gubernur, bupati, ataupun wali kota untuk berhati-hati dalam menggunakan anggaran dari APBD maupun APBN.

“Itu uang rakyat,” tegas dia.

Apalagi, kasus korupsi kali ini terkait dengan pengadaan bansos sembako dan penanganan dampak pandemi Covid-19 yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini.

“Bansos itu sangat dibutuhkan oleh rakyat,” kata Jokowi.

Pada Ahad (6/12) malam, Juliari resmi ditetapkan tersangka dan ditahan sebagai penerima suap bersama dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW). Sedangkan pemberi suap, yakni dua orang dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

Juliari mengaku bakal mengundurkan diri sebagai Mensos setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hal tersebut ia ungkapkan usai diperiksa sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah.

"Ya, ya. Nanti saya buat surat pengunduran diri," kata Juliari di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (6/12) malam.

KPK menduga Juliari menerima suap senilai Rp17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Program bansos sembako di Jabodetabek adalah salah satu dari enam program perlindungan sosial di Kementerian Sosial yang diselenggarakan pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19.

Total anggaran untuk bansos sembako Jabodetabek adalah senilai Rp 6,84 triliun dan telah terealisasi Rp 5,65 triliun (82,59 persen) berdasarkan data 4 November 2020. Ketua KPK Firli Bahuri, menduga ada kesepakatan memotong dana per paket bansos.

Menurut Firli, dari fee tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan pada Kementerian Sosial, adalah melalui tersangka MJS (Matheus Joko Santoso).

“Untuk fee tiap paket bansos disepakati MJS dan AW (Adi Wahyono, tersangka) sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket Bansos,’’ ujar Firli dalam konferensi pers virtual Ahad (6/12) dini hari.

photo
DKI dan pemerintah pusat silang pendapat soal penyaluran Bansos. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement