REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memastikan akan mengatur kualitas layanan operator telekomunikasi dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Postelsiar. Ini untuk membantu mendorong ekonomi, terlebih pada saat pandemi Covid-19.
"Pemenuhan quality of service merupakan kunci utama dalam telekomunikasi. Itu dapat menggerakkan perekonomian dan beberapa komponen lapangan usaha. Dengan adanya UU Cipta Kerja merupakan kesempatan membenahi berbagai kelemahan fundamental dan peningkatan layanan telekomunikasi. Kemenko perekonomian menggunakan momentum ini dengan menyiapkan strategi-strategi nasional pengembangan ekonomi digital," kata Plt Kepala Bidang Ekosistem Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian Bayu Anggara dalam keterangan di Jakarta, Senin (7/12).
Dengan adanya UU Cipta Kerja dan RPP Postelsiar yang mengatur kualitas layanan, lanjut Anggara, dapat menciptakan penyelenggaraan telekomunikasi yang optimal sehingga masyarakat dapat menikmati layanan telekomunikasi yang merata dengan kualitas yang sama di seluruh wilayah Indonesia. Anggara mengharapkan peran aktif dan partisipasi publik untuk dapat mengevaluasi penyelenggaraan telekomunikasi.
Saat ini masyarakat mengeluhkan layanan telekomunikasi yang tidak stabil dan tidak merata yang belum sepenuhnya mendukung kegiatan normal baru. Hal tersebut, katanya, karena penyelenggara telekomunikasi gemar perang harga sehingga mengorbankan kualitas layanan.
Plt Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kemkominfo Sabirin Mochtar mengatakan kerangka regulasi mengenai kualitas layanan untuk telekomunikasi sudah tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Nomor 13 tahun 2019. Jika nantinya kualitas layanan akan dimasukkan ke dalam RPP Postelsiar, lanjutnya, akan memberikan pijakan yang kuat bagi Kemenkominfo untuk dapat melakukan pemantauan layanan yang diberikan operator telekomunikasi.
"Ketentuan umum mengenai quality of service ini akan dimasukkan ke dalam RPP Postelsiar. Detail teknis nya nanti ada di Peraturan Menteri (PM). Karena perkembangan teknologi begitu cepat jadi nanti hal-hal teknis detail lebih baik di level PM," ujar Sabirin.
Sementara itu Wakil Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) Sudaryatmo menuturkan pada 2020 ini ada 227 aduan konsumen. Dari jumlah tersebut layanan telekomunikasi menempati urutan nomor dua setelah belanja daring.
Yang kerap dikeluhkan oleh masyarakat, kata dia, kesenjangan akses dan kecepatan yang tidak stabil. Karena itu YLKI mengapresiasi jika pemerintah memasukkan minimum kewajiban pembangunan dan standar kualitas layanan yang harus dipenuhi operator di dalam RPP Postelsiar.
"Memang RPP Postelsiar sudah mengatur mengenai pengawasan kualitas layanan. Akan tetapi belum ada penetapan coverage dan standar kualitas layanan minimum yang harus dipenuhi operator," ujar Sudaryatmo.