REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Front Pembela Islam (FPI) meminta Komnas HAM menyelidiki insiden pengadangan terhadap rombongan mobil Habib Rizieq Shihab (HRS) pada Senin (7/12) dini hari. Dalam insiden ini, pihak kepolisian menyebut enam laskar pengawal HRS meninggal setelah terjadi baku tembak.
"Ini pelanggaran berat HAM. Ini mestinya diadali pengadilan HAM. Ini bergerak Komnas HAM harusnya. Kita (FPI) dan Komnas HAM yang melakukan penyidikan," kata Sekretaris Umum FPI, Munarman, dalam konferensi pers di markas FPI pada Senin (7/12).
Munarman menganggap insiden baku tembak pada dini hari tadi sebagai extra judicial killing. Istilah itu merujuk pada pembunuhan di luar hukum atau penghukuman mati di luar hukum yang dilancarkan oleh pemerintah tanpa melalui proses hukum terlebih dahulu.
"Tentu ini tidak boleh ada satupun warga negara ya penjahat sekalipun, itu dibenarkan untuk dilakukan apa yang disebut extra judicial killing," tegas Munarman.
Munarman meragukan proses hukum di Indonesia jika aksi semacam itu dibenarkan. Ia merasa proses peradilan tak lagi pantas dijunjung jika extra judicial killing dibiarkan saja.
"Berarti lembaga kejaksaan dibubarkan saja. Berarti tidak butuh pengadilan," ujar Munarman.
FPI juga membantah pernyataan polisi yang menyebut laskar pengawal HRS dilengkapi senjata api senpi dan senjata tajam. FPI menegaskan pernyataan polisi itu sebagai fitnah belaka.
Munarman menegaskan pengawal HRS tak dibekali senjata sebagaimana klaim kepolisian. Polda Metro Jaya mengungkap bahwa pengawal HRS yang terlibat baku tembak menbawa senjata api dan senjata tajam.
"Patut diberitahukan bahwa fitnah besar kalau laskar kita disebut membawa senjata api dan tembak menembak. Laskar kami tidak pernah dibekali senjata api," kata Munarman.
Munarman bahkan menantang kepolisian untuk mengecek senpi yang berhasil disita. Jika ada nomor registernya maka bisa diketahui siapa pemilik senpi itu.
"Kalau betul (punya laskar) cek nomor register ya. Pasti bukan punya kami. Karena kami tidak punya akses senjata api dan tidak mungkin membeli senjata gelap. Bohong itu. Tiap anggota FPI dilarang bawa senjata tajam, senjata api dan bahan peledak," tegas Munarman.
Di sisi lain, Munarman membela tindakan yang dilakukan keenam anggota laskar sebagai upaya melindungi HRS. Menurutnya, wajar jika para pengawal sigap melindungi HRS ketika muncul ancaman.
Insiden pengadangan terjadi pada Senin (7/12) dini hari di dekat pintu tol Karawang Timur. FPI mengklaim mobil penguntit berusaha memotong laju rombongan mobil HRS. HRS dan keluarga disebut tengah menuju kegiatan pengajian internal keluarga.
"Orang-orang tidak berseragam berusaha memotong rombongan dan memotong kendaraan. Pengawal beraksi melindungi. Itu normal karena mereka mengawal," ungkap Munarman. Ia menegaskan pihak yang terlibat bentrok dengan laskar FPI tidak mengenakan seragam apapun.
Insiden bentrokan antara laskar Habib Rizieq dengan kepolisian membuat warga di sekitar markas FPI siaga. Warga pun memblokade akses ke Jalan Petamburan III. Ratusan warga yang sebagian menggunakan atribut FPI dan pakaian serba hitam berjaga-jaga sejak di pintu masuk jalan.
Berdasarkan pantauan Republika di lokasi, warga telah memperketat penjagaan sejak Senin pagi. Setiap orang yang hendak memasuki Jalan Petamburan III dicek oleh warga yang berjaga. Jika tidak memiliki kepentingan atau bukan warga setempat maka tak diizinkan masuk.
Awak media yang telah menunggu sempat diizinkan masuk ke markas FPI untuk mengikuti konferensi pers yang dihadiri oleh Sekretaris Umum FPI Munarman dan Ketum FPI KH Shabri Lubis. Setelah konferensi pers selesai, awak media langsung diminta meninggalkan lokasi. Awak media yang berada di seberang Jalan Petamburan III juga dilarang mengambil gambar.