REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Undang-undang No 11/2020 tentang Cipta Kerja, mengatur juga implementasi tentang sektor keagamaan. Yakni, penyelenggaraan haji khusus dan umrah.
Menurut Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Arfi Hatim, penyelenggaraan haji dan umrah ini ada perizinan pengusaha sesuai amanat UU No 8/2011 perizinan diberikan oleh Kemenag. Namun, sekarang ditarik UU Cipta Kerja untuk klaster keagamaan."UU Cipta Kerja ini memberikan kemudahan bagi masyarakat terutama pelaku usaha," ujar Arfi di acara serap aspirasi Undang-undang Cipta Kerja di Hotel Pullman Kota Bandung, Senin (7/12).
Arfi menjelaskan, UU Cipta Kerja mengatur tentang beberapa ketentuan penyelenggaran haji dan umrah terutama terkait usaha dan kegiatan. Jumlah pasal dalam UU tentang penyelenggaraan haji dan umrah, ada 23 yang berubah dan penmbahan 2 pasal. "Jadi ada 25 pasal UU Cipta Kerja yang akan ada di PP," katanya.
Menurut Arfi, Haji khusus dan umrah dikelola dan dimiliki WNI yang beragama Islam. Jadi, penyelenggara haji dan umrahnya jelas. Selain itu, kata dia, ada 3 kemudahan dalam penyelenggaraan haji dan umrah yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Yakni, perizinan terintegrasi, penyederhanaan syarat usaha (NIB+Izin) dan siklus akreditasi 5 tahun."Selain itu, ada pemberian sanksi bagi pengusaha yang tak melapor," katanya.
Menurut Arfi, pihaknya sudah melakukan beberapa uji coba. Jadi, seluruh proses perizinan umrah dan haji khusus sudah online terintegrasikan."Perizinan umrah dan haji khusus ada di level tinggi. Karena terkait pengawasan dan terkait standar," katanya.
Menurutnya, terkait perizinan tadinya berlaku selama 3 tahun. Sekarang menjadi 5 tahun. Ini, memberikan kemudahan ke pelaku usaha agar menjalankan usahanya sesuai aturan.
PP tentang penyelenggara haji khusus dan umrah, kata dia, akan mengatur standar pelayanan minimal dan tata cara pemberian sanksi administratif. Pihaknya, sudah menyelesaikan aturan ini 2 hari lalu. Jadi, pekan ini bisa ditayangkan di website untuk mendapatkan saran dan masukan. "Kami sudah 3 hari menyerap aspirasi ini, sudah mendalami dan mengkaji. Ini, akan memberikan pelayanan optimal untuk pelaku usaha. Bagaimana pelaku usaha bisa menjalankan secara sehat dan profesional," katanya.
Terkait sanksi, kata dia, aturan ini mengatur pemberian sanksi ada 2. Yakni, sanksi pembinaan dan sanksi pelanggaran berat."Kalau kesalahannya penyelenggara haji umrah gagal memulangkan jamaah, gagal memberangkatkan, menelantarkan jamaah maka peringatannya cukup berat," paparnya.
Namun, kata dia, pemberian sanksi dilakukan secara bertahap. Yakni, ada teguran lisan sampai pembekuan. Karena, yang paling penting bagaimana hak jamaah terpenuhi."Sanksinya adminstratif sampai pidana," katanya.
Di aturan baru ini pun, kata dia, mengatur tentang rekening penampungan. Konsepnya, terkait bagaimana berpihak ke jamaah dan pelaku usaha. Jadi, tak ada pemblokiran dana jamaah tapi harus masuk pada bisnis proses. Yakni, harus melibatkan perbankan dan terintegrasi. "Maksimal 3 bulan mendaftar jamaah harus diberangkatkan. Agar bisa terpantau dan jamaah aman serta hak-haknya terpenuhi maka rekening penampungan sistemnya terintegrasi antara perbankan, dan penerbangan," katanya.