Senin 07 Dec 2020 22:50 WIB

Pakar Hukum: Mensos Juliari Pantas Dikenakan Hukuman Mati

Pakar hukum nilai Mensos Juliari pantas dikenakan hukuman mati.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar menilai Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dapat dikenakan hukuman mati atas perbuatannya di tengah pandemi Covid-19. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengejar pembuktian adanya korupsi yang Juliari lakukan dalam menetapkan penunjukkan perusahaan pelaksana bantuan sosial (bansos) dan ada perjanjian pengembalian sejumlah uang per paketnya.

"Bisa, dengan konstruksi dakwaan Pasal 2 ayat 2 (UU Tipikor), yaitu dengan sengaja 'melakukan perbuatan melawan hukum membuat SK penunjukan bagi perusahaan tertentu dengan menitip harga pada setiap unit bansos sejumlah Rp ----, sehingga merugikan keuangan negara,'" ujar Abdul lewat pesan singkat, Senin (7/12).

Baca Juga

Dengan konstruksi tersebut, Abdul Fickar mengatakan, maka dakwaan tidak hanya tentang korupsi suap, tapi juga korupsi karena melawan hukum merugikan keuangan negara. Namun, dengan begitu KPK harus mengejar pembuktian adanya tindak korupsi ketika menetapkan penunjukan perusahaan pelaksana bansos dan ada perjanjian pengembalian Rp 10.000 per paket bansos.

Dia menjelaskan, hukuman maksimal dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) itu merupakan hukuman mati. Itu bisa diberlakukan jika tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, termasuk di dalamnya keadaan bencana alam nasional. Dia menilai, bencana pandemi Covid-19 merupakan bagian dari bencana alam kehidupan yang tidak hanya menimpa Indonesia, tetapi juga dunia.

"Oleh karena itu untuk penjeraan kiranya pantas hukuman maksimal diterapkan bagi korupsi yang dilakukan pada masa pandemi ini," katanya.

Abdul Fickar juga menjelaskan, korupsi di kementerian merupakan indikator bahwa kekuasaan dan korupsi sulit dipisahkan dan bahkan tidak memperhitungkan situasi pandemi sekalipun. Selain itu, sepanjang sistem keuangan negara masih didasarkan pada proyek-proyek, maka dia menilai, libido korupsi pada birokrasi tidak akan pernah berhenti. Karena itulah proyek-proyek masa pandemi pun tetap menjadi sasaran korupsi.

"Korupsi akan terus meregenerasi pada bangunan-bangunan kekuasaan sepanjang sistem politik masih mahal sementara penyelenggaraan keuangan negara didasarkan pada proyek proyek. Yang ironis justru terjadi di Kementerian Sosial yang seharusnya seluruh aktivitasnya untuk kemaslahatan rakyat," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri, menyatakan Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 1999 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," ujar Firli di Gedung KPK, Ahad (6/12) dini hari.

Selama masa pandemi Covid-19, kata Firli, pihaknya juga terus mengimbau bahkan mengancam agar semua pihak agar tidak menyalahgunakan bantuan sosial (bansos), sebab ancaman hukumannya adalah mati. Terlebih, sambung Firli, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona Covid-19 ini sebagai bencana non-alam.

"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana non alam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," tegas Firli.

"Tentu nanti kami akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kami masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu. Dan malam ini yang kami lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," tambah Firli.

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi, (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Penetapan Menteri Sosial Juliari sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah itu pada Sabtu (5/12) WIB. KPK mengamankan enam orang yakni dua pejabat Kemensos dan empat orang pihak swasta dalam operasi senyap tersebut.

Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso (MJS) Kemensos, Sekretaris di Kemensos Shelvy N (SN) serta Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar (WG). KPK juga mengamankan tiga pihak swasta lainnya yakni Ardian I M (AIM), Harry Sidabuke (HS) dan Sanjaya (SJY).

Dari keenam orang itu KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso dan AW sebagai PPK di Kemensos sebagai tersangka penerima suap. KPK juga menetapkan, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai pemberi suap tersebut.

Tersangka MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Tersangka AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Menteri Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

KPK menduga Mensos Juliari Peter Batubara menerima suap senilai Rp 17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Juliari sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement