Senin 07 Dec 2020 23:20 WIB

Bagaimana Akhirnya Dakwah Nabi Muhammad Dilakukan Terbuka?  

Nabi Muhammad SAW terkenal dengan kejujurannya sebelum dakwah

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Nabi Muhammad SAW terkenal dengan kejujurannya sebelum dakwah. Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Nabi Muhammad SAW terkenal dengan kejujurannya sebelum dakwah. Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Masyarakat Makkah sebagaimana halnya masyarakat jazirah Arab lainnya memiliki karakter dan kultur berbeda sebelum kedatangan Islam. Mereka mengandalkan kesukuan dan kekeluargaan, atas dasar ini salah satunya dakwah Nabi di awal Islam pun dirahasiakan. 

 

Baca Juga

Pakar tafsir asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, menjelaskan selama tiga tahun lamanya Nabi berdakwah secara rahasia. Ketika itu kaum musyrik belum menyadari betapa Nabi Muhammad SAW dan dakwahnya dapat melakukan perubahan besar dalam masyarakat mereka, bahkan dunia.  

 

Dijelaskan bahwa kemungkinan tercium juga oleh mereka adanya sekian banyak anggota masyarakat mereka yang telah berpaling dari agama nenek moyang. Namun karena masa itu jumlahnya masih sedikit, maka mereka tidak terlalu mengkhawatirkannya.  

 

Namun demikian ketika Nabi Muhammad SAW melakukan dakwah terbuka, ditambah dengan kesadaran mereka akan pengaruh pribadi Nabi SAW serta keistimewaan susunan bahasa dan kandungan Alquran yang diturunkan Allah SWT, maka ketika itu mereka pun sadar posisi mereka terancam.  

 

Dari sinilah kemudian muncul aneka upaya untuk memadamkan cahaya dakwah Islam Nabi Muhammad SAW. Maka, perintah dakwah terbuka pun dimulai sejak turunnya firman Allah SWT dalam Alquran Surat Al-Hijr ayat 94-95.

 

 فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ "Fashda' bimaa tu'maru wa a'ridh anil-musyrikin." Artinya: "Maka sampaikanlah olehmu secara terbuka apa yang diperhatikan (kepadamu) dan berpalinglah dari (jangan hiraukan gangguan dan ancaman) orang-orang yang musyrik."  

 

Maka ketika mendapat perintah tegas itu, Nabi segera menaiki Bukit Shafa sebagaimana kebiasaan masyarakat Arab ketika itu dalam menyampaikan sesuatu.

Dari atas bukit itu, Nabi berseru dengan panggilan puak-puak/keluarga-keluarga besar suku Quraisy, lalu semua dari mereka berkumpul untuk mendengarkan.  

 

أرَأَيْتَكُمْ لو أخْبَرْتُكُمْ أنَّ خَيْلًا بالوَادِي تُرِيدُ أنْ تُغِيرَ علَيْكُم، أكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟ قالوا: نَعَمْ، ما جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إلَّا صِدْقًا، قالَ: فإنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

 

Nabi pun berkata: "Ara-aitakum law akhbartukum anna khailan minal-waadi turidu an tughira alaikum akuntum mushaddiqiy."

Yang artinya: "Bagaimana pendapat kalian seandainya aku menyampaikan bahwa di belakang lembah ini ada pasukan berkuda yang bermaksud menyerang kalian?"   

 

Semua pun berseru untuk percaya. Sebab mereka tak pernah mengenal Nabi sebagai sosok pembohong.

Kemudian Nabi pun melanjutkan: "Fa inniy nadzirun lakum baina yaday adzaabin syadidin." Artinya: "Aku memperingatkan kamu semua bahwa di hadapanku (di akhirat) ada siksa yang amat pedih." 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement