REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) kembali memeriksa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Richard Joost (RJ) Lino, Selasa (8/12). Pemeriksaan tersebut, sebagai lanjutan penyidikan dugaan korupsi terkait pengelolaan PT Jakarta International Container Terminal (JICT) 2015.
Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah, membenarkan pemeriksaan terhadap RJ Lino tersebut. “RJ Lino, ada tadi diperiksa,” kata dia saat dicegat di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Selasa (8/12).
Namun, Febrie mengatakan, materi pemeriksaan belum ia ketahui, karena masih dimintai keterangan. “Belum lah. Yang pasti, ada tadi (diperiksa),” kata Febrie.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Eben Ezer Simanjuntuk menerangkan, pemeriksaan terkait RJ Lino, untuk memenuhi kebutuhan tim penyidikan dalam pengungkapan dugaan korupsi di PT Pelindo II dan PT JICT. Menurut Eben, kasus dugaan korupsi Pelindo II dan JICT, terkait dengan perpanjangan kontrak kerjasama pengoperasian dermaga.
“Pemeriksaan saksi dilakukan, guna mencari serta fakta-fakta hukum, dan untuk mencari pembuktian, dan alat bukti tentang dugaan pidana korupsi yang terjadi dalam kerjasama antara Pelindo II dan JICT itu,” kata Eben dalam pernyataan resmi Kejagung, di Jakarta, Selasa (8/12).
Menurut Eben, pemeriksaan terhadap RJ Lino kali ini, adalah yang kedua. Setelah beberapa pekan lalu, juga pernah diperiksa tim penyidikan Jampidsus, untuk mengklarifikasi beberapa dokumen-dokumen dan alat bukti.
RJ Lino, sebetulnya menyandang status tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK, menetapkan dia sebagai tersangka sejak Desember 2015 saat dirinya masih menjabat Dirut PT Pelindo II. KPK menetapkan dia sebagai tersangka, terkait dengan belanja barang berupa tiga unit quay container crane (QCC) dari konsorsium alat berat dari Cina, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Pembelian alat bongkar-angkut peti kemas di dermaga itu, dilakukan via penunjukkan langsung oleh RJ Lino selaku Dirut PT Pelindo II.
Dari belanja barang yang dianggap terjadinya korupsi itu, ditaksir merugikan keuangan negara mencapai Rp 50 miliar. Akan tetapi, sejak KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka lima tahun lalu, kasus dugaan korupsi tersebut, tak juga ke pengadilan. RJ Lino, sampai hari ini, masih sebagai tersangka. KPK, pun tak melakukan penahanan terhadapnya.
Sedangkan di Kejagung, penyidikan baru terkait Pelindo II setelah Jampidsus menerbitkan Sprindik Print-54/F.2/Fd/1/09/2020, pada September 2020. JAM Pidsus Ali Mukartono, pernah menerangkan, penyidikan yang dilakukan oleh timnya, berbeda dari proses hukum yang masih mangkrak di KPK. Ali mengatakan, penyidikan dugaan korupsi di Pelindo yang ia tangani, terkait dengan kontrak sewa dermaga dengan PT JICT.
“Kasus itu (Pelindo II-JICT) terkait dengan sewa-menyewa dermaga. Itu kan ada tarifnya. Itu diduga ada penyimpangan dalam sewa-menyewa itu,” terang Ali Mukartono.
Selain soal sewa-menyewa itu, Ali menerangkan, dugaan korupsi berupa suap-menyuap juga terjadi terkait dengan perpanjangan kontrak pengelolaan JICT. Padahal diketahui, sebagaian kepemilikan JICT, adalah Pelindo sendiri.
Meskipun penyidikan di JAM Pidsus sudah mempunyai gambaran konstruksi tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut, proses pengungkapan, belum juga dilakukan penetapan tersangka. Padahal tim penyidikan JAM Pidsus, maraton melakukan pemeriksaan saksi-saksi.