Rabu 09 Dec 2020 09:05 WIB

Mantan Tahanan Uighur Mengaku Dipaksa Makan Daging Babi

Daging babi harus dimakan tahanan Uighur setiap Jumat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Mantan Tahanan Uighur Mengaku Dipaksa Makan Daging Babi. Foto: Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Mantan Tahanan Uighur Mengaku Dipaksa Makan Daging Babi. Foto: Menara penjaga dan pagar kawat berduri mengelilingi fasilitas penahanan di Kunshan Industrial Park, Artux, Xinjiang. Associated Press telah menemukan bahwa pemerintah Cina sedang melaksanakan program pengendalian kelahiran yang ditujukan untuk warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, bahkan ketika sebagian besar penduduk Han di negara itu didorong untuk memiliki lebih banyak anak. Langkah-langkah tersebut termasuk penahanan di penjara dan kamp, seperti fasilitas ini di Artux, sebagai hukuman karena memiliki terlalu banyak anak.(AP Photo/Ng Han Guan, File)

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Muslim Uighur yang pernah ditahan di Xinjiang, Sayragul Sautbay, menyampaikan ada pemaksaan untuk memakan daging babi di kamp pendidikan ulang dan pusat penahanan China. Pria yang dibebaskan dua tahun lalu itu baru saja menerbitkan buku yang berisi penderitaannya selama ditahan.

Sautbay adalah dokter medis dan pendidik yang sekarang tinggal di Swedia. Dalam bukunya, dia merinci penderitaannya termasuk menyaksikan pemukulan, dugaan pelecehan seksual, dan sterilisasi secara paksa. Dia juga menjelaskan lebih banyak tentang penghinaan lain yang dialami Uighur dan minoritas Muslim lainnya, termasuk konsumsi daging babi.

Baca Juga

"Setiap Jumat, kami dipaksa makan daging babi. Mereka sengaja memilih hari yang suci bagi umat Islam. Dan jika Anda menolaknya, Anda akan mendapatkan hukuman yang berat," kata Sautbay, sebagaimana dilansir dari 5 Pillars, Rabu (9/12).

Dia menambahkan, kebijakan tersebut dirancang untuk menimbulkan rasa malu dan bersalah pada tahanan Muslim. "Saya merasa seperti orang yang berbeda. Di sekitarku menjadi gelap. Sangat sulit untuk menerimanya," katanya.

Sautbay juga memaparkan, di suatu sekolah di Altay, sebuah kota di utara Xinjiang, siswa juga dipaksa makan daging tersebut. Ketika banyak yang menolak dan berdemonstrasi melawan administrator sekolah mereka, pemerintah mengirim tentara untuk turun tangan.

Pemerintah Xinjiang juga telah memulai inisiatif yang disebut makanan gratis untuk anak-anak Muslim di taman kanak-kanak. Makanan itu berupa hidangan daging babi tanpa sepengetahuan mereka. Idenya adalah dengan menyajikan daging babi sejak kecil, sehingga anak-anak Muslim akan mendapatkan rasa makanan non-halal.

Pengusaha Uighur, Zumret Dawut, memberitahu Al Jazeera tentang pengalaman penahanannya secara langsung. Dia dijemput pada Maret 2018 di Urumqi, kota kelahirannya. Dia juga mengatakan dia disajikan daging babi berulang kali. "Saat Anda duduk di kamp konsentrasi, Anda tidak memutuskan apakah akan makan, atau tidak. Untuk bisa hidup, kami harus makan daging yang disajikan untuk kami," katanya.

Zumret Dawut, yang sekarang tinggal di pengasingan di AS, juga mengatakan kepada saluran tersebut bahwa dia ditahan selama dua bulan di kampung halamannya di Urumqi dan berulang kali dipaksa makan daging babi selama dalam penahanan.

Pada November 2019, administrator puncak Xinjiang, Shohrat Zakir, mengatakan wilayah otonom tersebut akan diubah menjadi pusat peternakan babi. Wilayah selatan Kashgar akan dijadikan area peternakan baru untuk menghasilkan 40 ribu babi setiap tahun. Proyek ini diharapkan menempati area seluas 25 ribu meter persegi (82 kaki persegi) di sebuah taman industri di daerah Konaxahar Kashgar, yang berganti nama menjadi Shufu.

Muslim Uighur sendiri membentuk 90 persen dari populasi di kota dan daerah sekitarnya. Beijing telah membela kebijakannya di kawasan itu, dengan mengatakan bahwa pendekatan itu diperlukan untuk melawan tiga kejahatan yaitu ekstremisme, separatisme, dan terorisme, menyusul kerusuhan mematikan di ibu kota kawasan Urumqi pada 2009.

Sementara, China telah membantah keberadaan kamp pendidikan ulang di mana PBB mengatakan lebih dari satu juta orang telah ditahan. Sebaliknya, Beijing mengeklaim bahwa kamp tersebut merupakan tempat untuk mengoperasikan pusat kejuruan yang memungkinkannya untuk melatih kembali populasi Uighur dan mengajari mereka keterampilan baru.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement