REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT. Pertamina (Persero) berkomitmen untuk menjalankan target pemerintah mendongkrak porsi EBT dalam bauran energi. Namun, untuk bisa mencapai hal tersebut ada dua tantangan yang perlu diselesaikan bersama.
Direktur Strategic Planning dan Pengembangan Bisnis PT. Pertamina Power Indonesia (PPI), Ernie D Ginting menjelaskan tantangan pertama dalam pengembangan panas bumi adalah isu komersial. Ia menjelaskan untuk bisa menghasilkan listrik yang murah di Jawa dari sumber panas bumi ini memang tidak mudah. "Sebagai contoh, harga BPP di jawa itu 4,8 sen per KWH, untuk Geothermal tentu ini tidak menjual. Begitu juga untuk solar PV. Ini tidak compate tarifnya," ujar Ernie, Rabu (9/12).
Hal inilah yang kata Ernie menjadi salah satu penghambat banyaknya proyek geothermal yang hendak dikembangkan oleh pemerintah belum bisa mencapai PPA. Karena untuk nego harga PPA sampai pada tingkat keekonomian proyek ke harga BPP cukup panjang.
Kedua, tantangannya kata Ernie adalah persoalan lahan. Ia menjelaskan, untuk mengembangkan solar PV saja, 1 MW membutuhkan lahan 1 hektar. Begitu juga geothermal yang mayoritas berada di daerah remote. "Untuk di geothermal karena daerah remote, infrastruktur belum ada. Sehingga hal hal seperti ini yang kemudian membuat biaya produksi menjadi meningkat," ujar Ernie.
Belum lagi, beberapa wilayah juga masih masuk dalam hutan lindung dan cagar budaya. Isu lahan ini yang kemudian, menurut Ernie juga perlu solusi dan langkah strategis dari pemerintah.