REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permohonan banding jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan terdakwa mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Putusan ini makin menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi Wahyu.
"Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PengadilanNegeri Jakarta Pusat tanggal 24 Agustus 2020 Nomor 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut," demikian bunyi amar putusan majelis hakim tingkat banding yang dikutip pada Rabu (9/12).
Dalam putusan tingkat banding, majelis hakim tidak mencabut hak politik Wahyu seperti yang diminta oleh jaksa KPK. Sebab, hakim menilai, Wahyu Setiawan tidak berkarier dalam dunia politik.
Selain itu, putusan pidana pokok sudah menipiskan harapan bagi Wahyu Setiawan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi. "Bahwa terdapat alasan untuk menghargai hak asasi manusia terhadap terdakwa Wahyu Setiawan telah bekerja di KPU dengan menyukseskan Pemilu 2019," seperti dikutip dari poin pertimbangan.
Adapun, majelis hakim yang memutus permohonan banding tersebut adalah Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota. Putusan banding dibacakan pada Senin (7/12) dan tercatat pada nomor putusan 37/PID.TPK/2020/PT DKI.
Sebelumnya, KPK mengajukan banding atas vonis terhadap Wahyu Setiawan yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta sibsider 4 bulan kurungan. Jaksa KPK Takdir Suhan mengatakan, salah satu pertimbangan KPK mengajukan banding karena Wahyu tidak dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.